Pada 2011, kelompok Houthi termasuk di antara banyak kekuatan yang mengambil bagian dalam pemberontakan melawan Saleh.
Kelompok ini sangat menentang salah satu rekomendasi Konferensi Dialog Nasional transformasi Yaman menjadi negara federal dengan 6 wilayah.
Berdasarkan usulan konfigurasi ulang, Provinsi Saada yang secara historis menjadi benteng pertahanan Houthi, akan dihubungkan dengan wilayah Sanaa.
Houthi menuntut pembagian kekuasaan yang lebih besar dalam pemerintahan federal, dan agar wilayah utara ditetapkan sebagai wilayahnya sendiri.
Pakar Yaman di International Crisis Group April Longley Alley menyatakan bahwa Houthi tidak mungkin menuntut kemerdekaan, dan akan terus mencapai tujuan otonomi daerah yang mereka nyatakan.
“Houthi memanfaatkan rasa frustrasi yang meluas terhadap pemerintah dan kenaikan harga bahan bakar untuk menggalang dukungan dan mendapatkan konsesi politik,” katanya.
Baca Juga
Menurutnya, yang terjadi tampaknya merupakan tawar-menawar politik yang semakin berbahaya sebagai bagian dari upaya Houthi untuk menjadi kekuatan politik yang dominan di wilayah utara dan di pemerintahan nasional.
Perlawanan Houthi semakin memuncak Ketika Saleh digantikan oleh seorang Sunni dari selatan bernama Abdrabbuh Mansour Hadi, yang pernah menjadi wakil presiden Saleh atas perintah Saudi.
Sejumlah perjanjian perdamaian yang ditangani oleh Amerika Serikat (AS) sebenarnya telah berulang kali dicoba, namun hasilnya tetap saja nihil.
Riyadh menggambarkan Houthi sebagai boneka Iran, namun banyak warga Yaman melihatnya sebagai patriot yang melawan musuh negara mereka, Arab Saudi dan AS, pembela Israel.