Bisnis.com, JAKARTA – Belakangan PDIP mulai buka-bukaan mengkritisi Presiden Joko Widodo (Jokowi), entah itu terkait kebijakan ataupun lewat isu perpanjangan masa jabatan. Pemicunya adalah putra sulung Jokowi Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres Prabowo Subianto.
PDIP menganggap Jokowi dan keluarganya telah melakukan pembangkangan politik. Padahal, PDIP mengusung pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD dalam ajang Pilpres 2024.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Firman Noor melihat, Jokowi memang lebih mengarahkan dukungannya ke pasangan Prabowo-Gibran meski berjanji akan netral.
Oleh sebab itu, Firman meyakini konflik antara PDIP - Jokowi ini cenderung menguntungkan Prabowo karena dua alasan. Pertama, Prabowo-Gibran dapat dukungan pihak penguasa yang akan memudahkan banyak langkah politik mereka ke depan.
“Karena Indonesia kan demokrasinya masih mentah, belum matang, penguasa itu matters [penting] banget. Berbeda dengan negara yang demokrasinya sudah matang, dia bisa dengan disiplin dan profesional memisahkan antara penguasa dengan mereka yang kontestasi. Indonesia belum sampai sana,” jelas Firman kepada Bisnis, Selasa (31/10/2023).
Kedua, dukungan Jokowi tentu juga akan membuat pasangan Prabowo-Gibran mendapatkan sokongan dari loyalis orang nomor satu di Indonesia itu.
Baca Juga
Di samping itu, Firman meyakini konflik ini juga akan menegaskan perpecahan antara PDIP dengan Jokowi pasca-Pilpres 2024. Jika PDIP bersama Ganjar-Mahfud memenangkan Pilpres 2024 maka hanya akan berakhir buruk dengan Jokowi.
“Suatu saat ketika mereka [PDIP] menang, mereka akan betul-betul menentukan, karena tidak ada lagi pihak-pihak yang di dalam pemenangan Ganjar itu berkontribusi besar selain PDIP, termasuk Jokowi. Sehingga nanti bisa dibayangkan kalau Ganjar menang, ya yang akan tersingkirkan Jokowi dan kelompok politiknya,” ujarnya.
Meski demikian, Firman mengingatkan dari banyak hasil survei belakangan masih terlihat hampir separuh pemilih belum punya pilihan pasti. Oleh sebab itu, dia merasa masih sangat sulit memprediksi hasil Pilpres 2024.
“Hanya setengah saja dari para pemilih kita yang sudah punya kepastian pada umumnya, siapa yang akan mereka pilih. Jadi anything can happen-lah [apa pun masih bisa terjadi], begitu intinya,” tutup Firman.