Bisnis.com, JAKARTA - PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) mengaku kesulitan dalam pembangunan menara pemancar BTS Kominfo 4G di wilayah Papua. Alhasil, pekerjaan pembangunannya diserahkan ke subkontraktor lokal.
Hal itu disampaikan oleh saksi dalam sidang lanjutan di PN Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Salah satunya, Direktur Utama PT IBS Makmur Jauhari saat menjelaskan pekerjaan pihaknya dalam proyek ini.
Awalnya, Hakim Ketua Fahzal Hendri menanyakan pekerjaan utama dari PT IBS. Makmur kemudian menjawab bahwa pekerjaan perusahaannya dalam proyek ini adalah pembangunan tower. Namun, ternyata pekerjaan utama itu malah dieksekusi oleh sekitar 40 sub kontraktor lokal.
"Kami meng-subkon kan, untuk pembangunan tower [BTS 4G Komindo]," katanya dalam persidangan di PN Tipikor, Selasa (5/9/2023).
Kemudian, Makmur mengaku bahwa pembangunan di wilayah Papua sangat rumit. Oleh sebab itu, menurutnya pekerjaan utama perusahaannya di Papua adalah membawa material ke wilayah yang akan dibangun tower.
"Itu soal lain, makannya tadi di awal saya tanya saudara tanda tangan kontrak, berarti TTD juga dan bertanggung jawab juga resiko yang terjadi, termasuk di Indonesia bagian timur. Saudara kan sudah memperkirakan, berani berbuat berani tanda tangan, berani bertanggung jawab," ujar Hakim.
Baca Juga
Di sisi lain, Direktur Keuangan IBS Hani Yahya menegaskan kembali bahwa pekerjaan dari IBS adalah melakukan perencanaan, seperti memilih gudang yang strategis untuk pasokan material ke lokasi pembangunan. Di ujung, eksekusi pembangunan tower dilakukan oleh subkontraktor lokal dan IBS sendiri melakukan pengawasan lapangan.
"Kalau untuk kontraktor itu 40 karena ada 16 Kabupaten yang mulia, dan setiap kabupaten itu beda beda gitu, jadi memang kita harus menggandeng kontraktor lokal," tuturnya.
Kendati demikian, Fahzal kemudian menyampaikan bahwa pekerjaan utama yang disubkontraktorkan adalah pekerjaan spesialis yang tidak bisa melakukan sendiri. Oleh sebab itu, jika pekerjaan utama malah disubkontraktorkan maka akan menghabiskan biaya dan disebut juga tidak efisien.
"Kalau di subkon-kan logikanya kenapa? bapak sudah ambil untung pemborong itu, disubkonkan kontraktor itu dia mengerjakan juga harus diuntungkan pak. [Artinya] tidak ada efisiensi disitu. Kalau pekerjaan utama itu disubkonkan, itu menghamburkan uang negara pak, efisiensi nya tidak dapat," pungkas Fahzal.