Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah memperkuat alat bukti keterlibatan PT Untung Bersama Sejahtera (UBS) dan PT Indah Golden Signature (IGS) dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan usaha komoditi emas periode 2010-2020.
Kepala Sub Direktorat Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Haryoko Ari Prabowo mengatakan pihaknya tengah mendalami manipulasi kode HS untuk kegiatan ekspor dan impor komoditas emas guna menghindari pajak.
Selain dari kegiatan ekspor impor tersebut, tim Jampidsus masih melengkapi bukti lain yang melibatkan kedua perusahaan tersebut.
"Kami masih melengkapi dan mencari alat bukti [UBS dan IGS] dalam kasus ini. Jadi, sabar aja," ujarnya dalam keterangan, dikutip Kamis (31/8/2023).
Prabowo juga menuturkan telah memeriksa dua Direktur Utama kedua perusahaan ini yakni HW selaku Dirut PT UBS dan Eddy Susanto Yahya sebagai Dirut di PT IGS.
Dalam hal ini, Prabowo mengklaim pihaknya tak menemukan kendala dalam menangani kasus ini. Bahkan, jaksa penyidik telah menemukan modus yang dilakukan oknum-oknum tertentu dalam kasus ekspor-impor emas ini.
Baca Juga
"Tapi sabarlah saya belum bisa mengungkapkan di sini," tambah Prabowo.
Diberitakan sebelumnya, tim penyelidik Jampidsus telah menaikkan status kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010-2022 dari penyelidikan ke penyidikan.
Peningkatan kasus ini berdasarkan surat perintah penyidikan No. Prin-14/F.2/Fd.2/05/2023 tanggal 10 Mei 2023. Sebelum meningkatkan status kasus ini, tim penyelidik lebih dulu melakukan gelar perkara. Hasilnya, jaksa penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menaikan status perkara ini ke penyidikan.
Di sisi lain, kasus dugaan korupsi terkait komoditas emas ini sempat menjadi pembahasan dalam rapat Komisi III DPR dengan Komite Koordinasi Pemberantasan dan Pencegahan TPPU.
Dalam rapat itu, Sri Mulyani menjelaskan soal kasus impor emas senilai Rp189 triliun. Uang ini merupakan bagian dari transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun. Salah satunya, surat dengan nomor SR-205 karena transaksi keuangan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan jumlah Rp189 triliun.