Bisnis.com, JAKARTA – Belakangan ini nama aktivis Budiman Sudjatmiko tengah menjadi sorotan lantaran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melayangkan ultimatum kepadanya.
PDIP mengultimatum Budiman Sudjatmiko bukan tanpa alasan, tetapi dikarenakan pria kelahiran 10 Maret 1970 itu secara gamblang menyatakan dukungan kepada bakal calon presiden (bacapres) yang diusung oleh Partai Gerindra, yakni Prabowo Subianto untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Alhasil, sikap yang dinilai tidak etis dari partai berlogo moncong banteng putih itu tak dapat memberi toleransi lagi atas tindakan Budiman. Sehingga hanya ada dua opsi yang dapat dipilih olehnya antara keluar partai secara sukarela atau dipecat.
Untuk diketahui, nama Budiman Sudjatmiko dikenal saat dia menjadi aktivis jalanan yang menuntut reformasi di akhir pemerintahan Presiden Ke-2 RI Soeharto.
Dikutip dari budimansudjatmiko.net, dia merupakan pria kelahiran Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dan mengaku tumbuh besar di Cilacap, Bogor, dan Yogyakarta.
Budiman dilahirkan dari pasangan Wartono Sudjatmiko dan Sri Sulastri Sudjatmiko, anak pertama dari empat bersaudara. Dibesarkan dengan suasana kental dengan keagamaan membuat Budiman mulai memperhatikan kemiskinan yang menjerat rakyat kecil saat mendapati pengasuhnya bunuh diri karena jeratan utang.
Baca Juga
Masa kecilnya dia habiskan di Bogor, menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan 2 Bogor. Ia kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Cilacap dan lulus pada 1986. Kemudian pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor dan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan lulus pada 1989.
Pendidikan tinggi sebenarnya dia tempuh di Universitas Gajah Mada, tetapi kemudian aktivisme membuatnya drop out. Dia baru kembali melanjutkan pendidikannya selepas dipenjara ke Ilmu Politik di Universitas London dan Master Hubungan Internasional di Universitas Cambridge, Inggris.
Pada 1996, Budiman mendeklarasikan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Namun, akibat mendirikan partai tersebut, dia harus menerima ganjaran dipenjara oleh pemerintah Orde Baru.
Tak hanya itu, Budiman juga sempat dianggap sebagai dalang insiden peristiwa 27 Juli 1996. Sejarah mencatat peristiwa tersebut dengan nama Sabtu Kelabu dan Kudatuli. Sebuah insiden penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta.
Dituduh rezim Orde Baru sebagai dalang insiden Sabtu Kelabu, Budiman kala itu juga dianggap sebagai pencetus Mimbar Bebas yang dianggap memicu kericuhan sehingga mengakibatkannya divonis pidana 13 tahun penjara.
Namun, karena kemenangan gerakan demokrasi, Budiman hanya menjalani hukuman selama 3,5 tahun. Dia diberi amnesti oleh Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 10 Desember 1999 dan membuatnya dikenal sebagai dalang dari gerakan menentang Orde Baru.
Namanya kian mentereng dan dikenal sebagai seorang politisi dan aktor berkebangsaan Indonesia. Dia dikenal karena ikut menyusun Undang-Undang Desa dan mendirikan gerakan Inovator 4.0 Indonesia.
Setelah kembali ke Indonesia, pada akhir 2004 Budiman memilih bergabung ke PDI Perjuangan, dan membentuk Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), sebuah organisasi sayap partai.
Pada periode 2009—2019, Budiman juga menjabat sebagai anggota DPR RI dari PDI Perjuangan (dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII: Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap) dan duduk di komisi II yang membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria; dan juga merupakan Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Desa.
Tak hanya terbatas di tingkat nasional, tetapi pada tingkat internasional, Budiman terlibat aktif sebagai pengurus Steering Committee dari Social-Democracy Network in Asia (Jaringan Sosial-Demokrasi Asia).
Sekarang ini, dia juga memegang posisi sebagai Pembina Utama di Dewan Pimpinan Nasional organisasi Parade Nusantara, yaitu organisasi yang menghimpun para kepala desa dan seluruh perangkat desa di seluruh Indonesia yang memiliki agenda utama memperjuangkan pengesahuan RUU pembangunan pedesaan.
Ketertarikannya terhadap kesejahteraan Desa juga membuat Budiman Sudjatmiko ikut terlibat aktif mempelopori penyusunan Undang-Undang Desa pada 2009.
Dia menjanjikan penyusunan RUU Desa kepada konstituennya saat berkampanye di pemilihan legislatif, yang kemudian diwujudkan dengan kinerja penyusunan RUU tersebut, setelah sebelumnya ide serupa tidak berhasil diwujudkan sejak 2005.
Setelah masuk ke Senayan, Budiman Sudjatmikio menjadi jangkar politik bagi pegiat desa, misalnya mempertemukan pegiat desa dengan Komisi II secara institusional dan personal. Terwujudnya Parade Nusantara (2009) di bawah pimpinan Sudir Santosa, dan Budiman Sudjatmiko juga hadir sebagai pembinanya, membuat dorongan untuk mewujudkan Undang-Undang ini semakin kuat, dan puncaknya pada September hingga Desember 2011.
Akhirnya atas desakan yang ada, Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan ampres RUU Desa pada Januari 2012. DPR RI kemudian membentuk Pansus RUU Desa yang dipimpin oleh Ketua Akhmad Muqowam (PPP), serta wakil ketua Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan), Khatibul Umam Wiranu (Demokrat) dan Ibnu Munzir (Golkar).
Selain itu, pada 11 September 2018, Inovator 4.0 Indonesia dideklarasikan dengan Budiman Sudjatmiko sebagai ketua umumnya. Komunitas ini berisikan akademisi, ahli rekayasa, peneliti, programmer, seniman, dokter dan lainnya yang berhubungan dengan komputasi kuantum, rekayasa genetik, pertanian presisi, kecerdasan buatan, drone, otomatisasi, sumber energi terbarukan, pendidikan, manajemen talenta, dan sosial budaya untuk memicu lompatan Indonesia menuju Revolusi Industri 4.0.
Selain di dunia nyata, Budiman Sudjatmiko juga tergolong politikus yang aktif di media sosial, terutama Twitter. Pendapat yang dia tuliskan di media sosial resminya sering dikutip oleh media sebagai berita. Pada Juni 2014, Budiman kembali berseteru di media sosial dengan dengan Hutomo Mandala Putra. Perseteruan ini seperti sebuh aroma dendam lama di antara keduanya pada 1998 yang mengakibatkan tumbangnya rezim orde baru.
Aktif dalam bidang penulisan, Budiman juga sempat meluncurkan buku, tulisan tangan pertamanya berjudul Anak-Anak Revolusi di Jakarta pada April 2012. Buku ini adalah kisah nyata perjalanan panjang dan berliku seorang Budiman Sudjatmiko untuk mencari jawaban dan memperjuangkan mimpinya yang tertanam sejak dini. Buku ini sengaja ditulis sendiri ini karena mengisahkan tentang Indonesia yang disaksikan olehnya secara langsung.