Bisnis.com, JAKARTA – India menghadapi perubahan iklim yang membuat fluktuasi cuaca tidak menentu, sehingga mempengaruhi ketahanan pangan masyarakat.
Beberapa pekan lalu, India sempat dilanda banjir bandang akibat hujan deras yang menewaskan 22 orang di India bagian Utara pada Senin (10/7/2023).
Banjir bandang tersebut juga mempengaruhi banyak lahan pertanian di India yang mengalami hujan muson.
David Flicking, seorang kolumnis yang mengamati bidang energi dan komoditas nengatakan, bahwa India memiliki lahan pertanian per kapita yang lebih buruk daripada Yunani atau Aljazair.
Ini akan membuat hidup masyarakat lebih sulit, karena Bumi yang terus memanas mengganggu siklus hujan dan Matahari selama ribuan tahun.
Pekan lalu, India menangguhkan ekspor beras varietas nonbasmati setelah hujan lebat merusak tanaman yang baru ditanam karena dipanen pada musim dingin.
Baca Juga
Dengan harga eceran beras naik tiga persen dalam satu bulan terakhir dan 11,5 persen selama setahun terakhir, menurut David, Pemerintah India berharap dapat menekan inflasi pangan dengan mencadangkan lebih banyak gabah untuk pasar domestik.
Harga bawang merah yang disalahkan atas jatuhnya pemerintah pada tahun 1980, 1998, dan 2014 hanya tumbuh sedikit dalam beberapa bulan.
Cuaca Abnormal
Dilansir dari Channel News Asia, India secara keseluruhan tidak mengalami musim hujan yang tidak biasa.
Curah hujan sekitar lima persen di atas tingkat rata-rata, tetapi total curah hujan muson biasanya bervariasi 10 persen di kedua arah dari tahun ke tahun.
Di sebelah Timur Delhi, terutama di Uttar Pradesh, Bihar, dan Benggala Barat sangat tidak biasanya kering, sementara India bagian Barat yang banyak kacang-kacangan, biji minyak, dan tanaman sayuran mendominasi telah basah kuyup.
Musim hujan lebih intens saat iklim memanas dengan udara yang lebih hangat membawa lebih banyak uap air dan membuangnya dengan cara yang kurang dapat diprediksi, sehingga siklus kekeringan dan banjir lebih tidak stabil.
Menurut David, cuaca ekstrem seperti itu telah merugikan India sebesar US$10 miliar atau sekitar Rp150 triliun pada tahun 2017 yang setara dengan sekitar 0,4 persen produk domestik bruto.
Energi Terbarukan
Dikatakan, jika pembuat kebijakan ingin mengurangi emisi sambil memangkas dampak minyak bumi pada neraca pembayaran, maka perlu membalikkan situasi saat ini dengan memprioritaskan biofuel dibanding elektrifikasi.
Dengan energi terbarukan juga, India perlu meningkatkan kapasitas. Tenaga angin dan surya sebesar 15,7 gigawatt yang terpasang tahun lalu hanya sekitar setengah dari yang dibutuhkan untuk mencapai target pemerintah.
Perencanaan terbaru sebesar 50 gigawatt per tahun hingga Maret 2028 jauh lebih ambisius, tetapi harus diubah menjadi kenyataan terlebih dahulu.
"Jika India tidak ingin melihat lebih banyak kegagalan panen, banjir, kekeringan, larangan ekspor, dan bunuh diri petani di masa depan, India perlu melakukan segalanya untuk membalikkan tren itu," pungkas David.