Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlambatan Ekonomi Sulit Buat Negara G20 Capai Dekarbonisasi, Benarkah?

Indonesia telah memiliki cetak biru yang mendukung kebijakan penurunan emisi karbon tersebut.
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mengamini bahwa laju dekarbonisasi untuk mencapai target menahan kenaikan suhu di bawah 1,5°C makin menantang.

Berdasarkan laporan PricewaterhouseCoopers (PwC) Net Zero Economy Index memprediksi, dengan perlambatan ekonomi global, sulit bagi negara anggota G20 untuk mampu mencapai tingkat dekarbonisasi 12,9 persen yang diperlukan dalam membatasi pemanasan global hingga 1,5°C.

Kendati demikian, Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin menilai sebagian besar G20 telah menetapkan target iklim yang ambisius yang turut diterjemahkan ke dalam tindakan-tindakan kebijakan yang jelas dan diyakini menghasilkan perubahan yang diperlukan.

Apalagi, orang nomor dua di Indonesia itu menegaskan bahwa komitmen Indonesia untuk mencapai nol bersih emisi atau net zero emission pada 2060 tetap tidak berubah.

“Komitmen Indonesia masih tetap saja sesuai dengan apa yang sudah kita rencanakan, tetapi seperti apa, kita coba [upayakan] penurunan itu, nanti akan kita evaluasi terus. Namun, komitmennya itu tidak berubah,” ujarnya, dikutip melalui Youtube Sekretariat Wapres, Sabtu (8/7/2023). 

Lebih lanjut, Wapres Ke-13 RI itu juga mengemukakan, Indonesia telah memiliki cetak biru yang mendukung kebijakan penurunan emisi karbon tersebut.

“Ada capaian-capaian sendiri tanpa bantuan asing dan ada [capaian] dengan bantuan asing ya, karena itu ada komitmen dari negara-negara maju untuk memberikan semacam imbalan terhadap masalah penurunan karbon,” tambahnya.

Menurutnya, selama beberapa terakhir badan usaha dan pemerintah secara signifikan telah meningkatkan ambisi untuk bertindak mengatasi perubahan iklim.

Bahkan, dia melanjutkan meskipun tindakan yang diambil hingga saat ini belum cukup untuk memenuhi skala dan urgensi krisis iklim, tetapi semua pemerintah, pengusaha, dan masyarakat perlu bertransformasi untuk mencapai emisi nol bersih.

Wapres asal Tangerang itu memastikan akan menindak perusahaan yang tak menjalankan upaya proses pengurangan emisi gas rumah kaca (dekarbonisasi).

Menurutnya, saat ini Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah aturan baik dari dari lingkup Kementerian yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.

Serta, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Dia menilai ketentuan tersebut bisa mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia sebagaimana tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk pengendalian perubahan iklim yang perlu dipatuhi oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di Tanah Air.

“Saya kira sudah ada aturannya. Jadi ya sudah, tinggal ditegakkan saja. Ada juga aturan dari KLHK sudah ada ketentuannya dan karena sudah ada, sehingga harus ditindak apabila ada yang melakukan pelanggaran,” ujarnya di Gedung Energy Building SCBD, Rabu (5/7/2023).

Sejauh Mana Upaya Perusahaan untuk Net Zero Emmision?

Dalam rangka mengedukasi khalayak umum tentang pentingnya dekarbonisasi, saat ditemui Bisnis di di Soehanna Hall The Energy Building, Ketua Umum Forum CSR Indonesia, Mahir Bayasut mendorong pendanaan multipihak untuk keberlanjutan Indonesia yang terkait erat dengan realisasi Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia.

 

"Pendanaan multipihak adalah program harmonisasi CSR perusahaan dan program dekarbonisasi pemerintah Indonesia," ucapnya.

 

Menurutnya, sebagai upaya memitigasi krisis iklim yang telah melanda banyak negara di dunia, pemerintah Indonesia bersama para mitra telah meluncurkan Global Blended Finance Alliance (GBF) melalui Tri Hita Karana (THK) Forum saat pelaksanaan KTT G20 di Bali pada November 2022.

 

Selain itu, Wakil Presiden Direktur PT Vale Indonesia Adriansyah Chaniago menilai bahwa transisi energi berbasis fosil mutlak untuk direalisasikan agar ambisi nol emisi karbon (net zero emission) mampu menjadi keniscayaan.

 

Perusahaan, dia melanjutkan memiliki estimasi mewujudkan ambisi tersebut rampung pada 2050, dimana langkah membatasi kenaikan suhu bumi 1,5 derajat Celcius ini dilakukan dengan cara meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan dan mendorong efisiensi energi di bangunan dan industri.

 

Dia menilai bahwa pada 2025, pemerintah harus mencapai target 23 persen bauran energi terbarukan dan setelah itu harus mengejar emisi sektor energi mencapai puncaknya sebelum 2030.

 

“Contohnya saja Indonesia dianugerahi sebagai Negara mineral yang besar dan kita diberikan peran aktif, untuk nikel cadangan kita di dunia 22–25 persen. Jadi bukan main kita potensinya dalam transisi energi,” imbuhnya.

Dia pun melanjutkan bahwa PT Vale juga sudah memiliki peta jalan dekarbonisasi 33 persen untuk 2030 dan menargetkan sudah net zero di 2050. Namun untuk tahapan ke 2050, tentu masih perlu ada upaya bersama,” katanya

 

“Kami tentunya optimistis kita semua dapat menangani emisi karbon 10 tahun lebih awal pada 2050 –dimana target net zero emission itu pada 2060— apabila semua saling bahu membahu,” tandasnya.

 

Sementara itu, Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Rahmad Pribadi menilai penerapan praktik ESG (Environmental, Social, and Governance/Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola) memang seharusnya menjadi prinsip suatu bisnis dan tak lagi menjadi sebuah kepatuhan.

 

Apalabila praktik tersebut berjalan, dia meyakini bahwa praktik bisnis yang bertanggung jawab dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan. "ESG sendiri bagi kami sudah menjadi prinsip hidup," ujarnya lewat rilisnya, Minggu (8/7/2023).

 

Dia menegaskan, perusahaan telah menerapkan praktik ESG di seluruh lini bisnis dan operasional perusahaan sejak lama, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga hasil akhir, semuanya dievaluasi secara detail dan menyeluruh dengan parameter ESG.

 

Hingga kini, dia menjabarkan bahwa perusahaan masih gencar dalam mengupayakan penurunan emisi karbon melalui beberapa tindakan, di antaranya pengembangan komoditas ramah lingkungan amonia hijau dan soda abu, program pemberdayaan hutan community forest, serta penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

 

Dia melanjutkan bahwa langkah lainnya yang dilakukan Pupuk Kaltim yaitu penggunaan kendaraan listrik untuk operasional pabrik, serta eksplorasi terus-menerus untuk mengoptimalisasi pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan secara masif dan menyeluruh.

 

“Kami berkomitmen menjadi pelopor transformasi hijau di industri petrokimia. Dari hasil asesmen lembaga ESG Rating Morningstar Sustainalytics, PKT juga mendapatkan skor 21,3 sehingga PKT dinilai memiliki risiko medium dalam mengalami dampak keuangan material dari berbagai faktor ESG,” imbuhnya.

 

Tah hanya itu, dia pun menyampaikan penerapan ESG yang tepat oleh PKT ini juga tergambar dalam laba bersih yang berhasil mencapai angka Rp14,59 triliun pada 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper