Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaksa AS, UE, Ukraina, dan Pengadilan Internasional Kumpulkan Bukti Kejahatan Perang Putin

Jaksa dari UE, AS, Ukraina dan Pengadilan Kriminal Internasional bersatu kumpulkan bukti kejahatan perang Putin.
Presiden Rusia Vladimir Putin, Sabtu (24/6/2023), menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata oleh tentara bayaran Grup Wagner adalah pengkhianatan dan ahrus dihukum./Reuters
Presiden Rusia Vladimir Putin, Sabtu (24/6/2023), menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata oleh tentara bayaran Grup Wagner adalah pengkhianatan dan ahrus dihukum./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa dari tiga negara yakni Uni Eropa (UE), Ukraina, Amerika Serikat (AS) dan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), akan mengumpulkan bukti kejahatan Presiden Vladimir Putin dalam perang Rusia di Ukraina.

Paa jaksa dan ICC Bersatu membentuk Kantor Pusat Internasional untuk Penuntutan Kejahatan Agresi Terhadap Ukraina (ICPA) dibuka di Den Haag Belanda untuk menyelidiki perang Rusia di Ukraina pada Senin (3/7/2023).

ICC akan melawan Kremlin dan panglima militer Rusia atas invasi yang diluncurkan pada Februari 2022.

Melansir CNA, pembukaan kantor investigasi internasional itu dipandang sebagai langkah bersejarah menuju kemungkinan persidangan kepemimpinan Rusia untuk menyelidiki kejahatan agresi terhadap Ukraina.

Tujuan dari pembentukan ICPA adalah untuk menutup celah hukum yang ditinggalkan oleh fakta bahwa ICC saat ini tidak memiliki mandat untuk menuntut agresi - apa yang disebut Ukraina sebagai "kejahatan internasional tertinggi" karena meluncurkan perang melawan negara lain.

"Kami berkumpul di sini pada kesempatan momen yang benar-benar bersejarah - saya akan mengatakan momen yang menentukan zaman," kata Jaksa Agung Ukraina Andriy Kostin pada konferensi pers di Den Haag.

Dia mengatakan pengadilan khusus sekarang tak terhindarkan, menggambarkan kantor ICPA itu sebagai sinyal yang jelas bahwa dunia bersatu dan tak tergoyahkan untuk meminta pertanggungjawaban rezim Rusia atas semua kejahatannya.

"Jika kejahatan agresi tidak dilakukan, tidak akan ada lagi 93.000 insiden kejahatan perang," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper