Bisnis.com, SOLO - Seorang anak bernama Nahel Merzouk menjadi penyebab kemarahan warga kepada aparat kepolisian di Prancis.
Anak keturunan Afrika Utara, Aljazair itu tewas ditembak polisi hingga membuat warga marah dan menjarah kota.
Kesuruhan pun terjadi hingga 5 hari lamanya karena perusuh menyerbu rumah walikota pinggiran Paris, L'Hay-les-Roses, Vincent Jeanbrun.
Para pendemo tak hanya menjarah, namun juga membakar mobil dan meluncurkan kembang api ke arah istri dan anak-anak Jeanburn yang baru berusia 5 dan 7 tahun.
Salah satu pemicu kekecewaan warga kepada polisi itu juga dilandasi karena Nahel merupakan imigran berwajah Arab.
"Kekerasan polisi terjadi setiap hari, terutama jika Anda orang Arab atau berkulit hitam," kata seorang pemuda di Prancis menyerukan keadilan bagi Nahel.
Baca Juga
Seorang pendemo lain menyerukan bahwa semua anak di Prancis memiliki hak atas keadilan.
Nahel Merzouk merupakan anak tunggal yang dibesarkan oleh ibunya tanpa seorang ayah. Ia bekerja sebagai supir pengiriman makanan.
Pria yang terdaftar di Perguruan Tinggi (PT) di Suresnes ini diketahui juga menjadi salah satu atlet lokal di Pvale Citoyen, salah satu bagian dari asosiasi di Prancis.
Pada hari saat dirinya tewas pada Selasa pekan lalu, Nahel berpamitan pada ibunya untuk bekerja. Namun sekitar pukul 09.00 pagi ia ditembak mati di dada dari jarak dekat.
Di mana saat penembakan itu terjadi, Nahel berada di belakang kemudi mobil Mercedes kala pemeriksaan polisi terjadi.
Dalam laporan polisi, penembakan itu terjadi karena korban dinilai melanggar aturan dan tak menaati lalu lintas berkendara.
Melansir dari BBC International, berbagai pihak mengklaim bahwa Nahel tak seharusnya tewas secara mengenaskan.
Meskipun melanggar lalu lintas, polisi tak berhak melakukan penembakan hingga menghilangkan nyawa seorang anak.
"Nahel tidak memiliki catatan kriminal apapun," tegas pengacaranya di program televisi Prancis C à Vous.