Bisnis.com, SOLO - Anggota DPR Komisi IX dan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) ikut menyoroti soal pasal kontroversional dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Salah satu pasal mendapat kritikan tajam karena menyamaratakan hasil tembakau, dalam hal ini rokok, dengan zat adiktif lain seperti psikotropika dan narkotika.
Pengelompokan hasil tembakau (yang identik dengan rokok) bersama-sama dengan narkotika dan psikotropika menimbulkan pandangan bahwa pemerintah ingin menyetarakan tindakan hukum terhadap zat-zat tersebut.
Terbaru, anggota Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengusulkan adanya aturan terpisah untuk perihal zat adiktif dari RUU Kesehatan. Hal itu diyakini dapat menjadi solusi perdebatan dalam RUU Kesehatan yang marak diperdebatkan oleh berbagai pihak.
Ia pun mengatakan bahwa RUU ini masih menjadi pembahasan dan belum dapat diajukan untuk dibawa ke rapat Paripurna. Pasalnya belum selesai pembahasan di tingkat Komisi.
Menurut dia, DPR khususnya Komisi IX ingin memastikan RUU ini jika disahkan menjadi UU dengan minim polemik. Dengan demikian perlu proses pembahasan yang lebih matang.
Baca Juga
“RUU (Kesehatan) ini masih dibahas. Kita usahakan demikian," ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (15/5/2023).
Yahya menjelaskan industri tembakau telah menjadi bagian integral dari sejarah dan kebudayaan Indonesia selama lebih dari seratus tahun. Tidak hanya dari sisi penerimaan negara tetapi juga berdampak positif dalam aspek penyerapan tenaga kerja di di Indonesia.
“Karena industri ini sangat membantu keuangan negara dan melibatkan banyak pekerja, kita akan berusaha melakukan pembicaraan dengan teman-teman fraksi yang sejalan agar masalah ini dicabut,” kata Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.
Di sisi lain, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menilai bahwa produksi dan konsumsi rokok di Indonesia tidak bisa diilegalkan karena didukung dengan izin usaha resmi dan ditambah adanya kontribusi resmi terhadap negara.
Sehingga menurutnya, tidak ada urgensi untuk memasukkan tembakau dalam satu kategori yang sama dengan narkotika dan psikotropika.
Apalagi mengingat beban Industri Hasil Tembakau nasional dan industri turunannya yang sudah cukup berat untuk dapat merealisasikan kebijakan Pemerintah yang selama ini cenderung menekan.
“Lahirnya RUU Kesehatan yang ikut mengatur ketat produksi dan penjualan rokok akan membuat IHT semakin tertekan dan justru berpotensi menurunkan kontribusi dan dampak positif yang diberikan dari industri ini,” ungkapnya.