Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla alias JK menegaskan dirinya dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak pernah mempengaruhi partai politik (parpol) untuk memilih calon presiden (capres) tertentu atau bergabung ke koalisi tertentu.
JK mengatakan para presiden pendahulu kerap tak pernah coba cawe-cawe atau terlalu terlibat dalam urusan penentuan capres. Para kepala pemerintahan, lanjutnya, kerap hormati independen parpol untuk menentukan sosok capres maupun calon wakil presiden (cawapres) mereka.
"Seperti saya sering katakan, zaman Ibu Mega, Pak SBY, sama sekali tidak memengaruhi partai politik untuk memilih ini, itu, ndak. Jadi diberikan ke partai-partai itu," ujar JK di kediamannya, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023).
Termasuk juga, lanjutnya, terkait penentuan koalisi. Menurutnya, koalisi menjadi sesuatu keharusan pada ajang pilpres karena ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang semakin tinggi yaitu 20 persen.
Saat ini, lanjutnya, cuma satu parpol yang melewati aturan presidential threshold yaitu PDI Perjuangan (PDIP), sehingga parpol lainnya wajib berkoalisi agar dapat mencalon presiden pilihannya.
Meski begitu, JK menegaskan pemerintah tak boleh mengintervensi pembentukan koalisi antar parpol seperti yang dia lakukan dengan SBY pada akhir masa jabatan mereka, 2009 lalu.
Baca Juga
"Koalisi itu adalah kewenangan masing-masing. Kami waktu jadi pemimpin pemerintahan tidak mencampuri itu," ungkap JK.
Memang belakangan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu kerap mengkritisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang seakan terlalu mencampuri urusan pembentukan koalisi dan pencapresan untuk Pilpres 2024.
JK sempat meminta Jokowi mencontoh pendahulunya untuk tidak banyak mencampuri urusan politik, khususnya terkait ajang pemilihan presiden.
"Menurut saya, Presiden seharusnya seperti Ibu Mega, SBY, itu akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam suka atau tidak suka dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis lah," ujar JK dikutip dari siaran pers, Sabtu (6/5/2023).
Dia menyayangkan langkah Jokowi dalam tidak mengundang Partai NasDem saat pertemuan partai politik pendukung pemerintah di Istana Negara pada Selasa (2/5/2023).
"Kalau pertemuan membicarakan, karena ini di Istana membicarakan tentang urusan pembangunan apa itu wajar saja, tapi kalau bicara pembangunan saja mestinya Nasdem diundang. Berarti ada pembicaraan politik," ucapnya.
Menurutnya, partai pimpinan Surya Paloh itu harusnya diundang karena sampai saat ini masih merupakan partai pendukung pemerintah. Untuk itu, JK beranggapan pertemuan di Istana tersebut adalah pembahasan politik.