Bisnis.com, JAKARTA -- Bakal calon Presiden (bacapres) 2024 dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyampaikan pidato politik di depan relawan di Stadion Tenis Indoor Senayan, Jakarta, Minggu (7/5/2023).
Anies membicarakan berbagai hal termasuk garis besar rencana kerjanya apabila memenangi kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dia mengatakan bahwa anggapan terkait dengan pergantian pemerintahan tidak melulu soal keberlanjutan program.
"Bukan soal meneruskan atau tidak meneruskan suaru program, Pemilu 2024, 2019, 2014 dan pemilu-pemilu lainnya adalah suatu kesempatan untuk menengok kembali arah perjalanan bangsa," ujarnya, Minggu (7/5/2023).
Dia mengatakan bahwa pesta demokrasi lima tahun sekali harus menjadi momen untuk menengok kembali ke titik asal, untuk memastikan apakah arah jalannya Negara sudah berada di jalan yang benar.
Mantan Menteri Presiden Jokowi 2014-2016 itu menyebut kompetisi politik tahun depan harus diwarnai oleh persaingan kriteria terkait dengan gagasan, rencana, dan rekam jejak.
"Kita tunjukkan bahwa kita punya rekam jejak yang baik, punya rekam gagasan yang baik, karya yang baik, karena kita punya itu semua kita tidak perlu berbohong. kita tunjukkan kenyataan. Bila rekam jejak kita bermasalah, rekam gagasan kita bermasalah, bila rekam karya kita bermasalah baru di situ ada kebohongan," ucapnya.
Baca Juga
Lantas bagaimana sepak terjang Anies Baswedan selama 5 tahun memimpin Jakarta?
Ekonomi Stagnan
Salah satu indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur taraf hidup layak dan tidak suatu daerah biasanya menggunakan ukuran pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB.
Selama Anies memimpin Jakarta, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta relatif fluktuatif bahkan ada kecenderungan turun. Pada tahun 2017 atau saat pertama kali Anies memimpin DKI Jakarta, pertumbuhan ekonomi DKI mencapai 6,20 persen.
Namun capaian ini tidak bisa diklaim sebagai keberhasilan Anies, karena 10 bulan pertama adalah hasil kerja dari pemerintahan sebelumnya, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.
Kinerja ekonomi Anies baru tampak dalam realisasi PDRB tahun 2018. Saat itu pertumbuhan ekonomi DKI turun dari 6,2 menjadi 6,1. Angka itu kembali turun pada tahun berikutnya menjadi 5,8 persen, tahun 2020 anjlok karena pandemi menjadi minus 2,4 persen. Tahun 2021 3,56 persen.
Pada tahun 2022 ekonomi DKI mulai berangsur membaik. Data BPS DKI Jakarta mengungkap bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi ibu kota pada 2022 mencapai 5,25 persen.
Artinya jika dirata-rata, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada masa Anies Baswedan hanya berada di kisaran 3,6 persen.
Sementara jika hanya menghitung realisasi pertumbuhan ekonomi dari tahun 2017-2021, kinerja ekonomi DKI selama Anies memimpin bagaikan panggang jauh dari api. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada tahun ini hanya 3,84 persen.
Tahun 2020 dan 2021 menjadi pengecualian karena pada dua tahun tersebut ekonomi Indonesia terdampak pandemi dan baru pulih pada dua kuartal akhir tahun 2021.
Pembangunan Manusia Naik
Namun indikator lain seperti indeks pembangunan manusia juga perlu digunakan untuk mengukur seorang pemimpin publik berhasil membangun sekaligus meningkatkan taraf atau kualitas hidup warganya.
Definisi IPM, menurut Badan Pusat Statistik, menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Anies Baswedan mulai memimpin DKI Jakarta sejak tahun 2017 lalu, tepatnya bulan Oktober 2017. Anies mewarisi pemerintahan sistem pemerintahan yang relatif cukup stabil pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pada zaman Jokowi-Ahok, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai memikirkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satunya mengeluarkan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar. Dua kartu itu memberi jaminan kepada warga DKI yang kesulitan untuk mengakses kesehatan dan pendidikan.
Sedangkan pada masa Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang kemudian diteruskan oleh Ahmad Riza Patria, Pemprov DKI menambahkan imbuhan plus baik di KJP maupun KJS menjadi KJP Plus dan KJS Plus. Dengan baseline dan kemampuan anggaran DKI Jakarta yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain, IPM DKI Jakarta adalah yang tertinggi di Indonesia.
Data BPS menunjukkan bahwa sejak tahun 2017 IPM DKI Jakarta selalu berada di atas 80. Rata-rata IPM DKI pada tahun 2017 - 2021 mencapai 80,6. Angka ini di atas capaian nasional pada tahun yang sama yakni di angka 72,29.
Adapun jika diperinci angka capaian IPM pada masa pemerintahan Anies yakni tahun 2017 80,06, 2018 sebanyak 80,47, 2019 sebanyak 80,76, tahun 2020 80,77 dan pada tahun 2021 tercatat sebanyak 81,11.
Pada tahun 2022, IPM DKI Jakarta bahkan mencapai 81,65 atau menempati peringkat pertama nasional atau rata-rata 2018-2022 sebanyak 80,9.