Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku telah berkomunikasi dengan tiga mantan pimpinan lembaga antirasuah yang melaporkan Firli Bahuri kepada Dewan Pengawas (Dewas).
Tiga mantan pimpinan yang dimaksud yakni Abraham Samad, Bambang Widjodjanto, dan Saut Situmorang. Ketiganya melaporkan Ketua KPK saat ini, Firli Bahuri, terkait dugaan pelanggaran kode etik kepada Dewas, Senin (10/4/2023).
Dia mengatakan, sebelumnya telah mengajak ketiga orang tersebut untuk berdiskusi terlebih dahulu terkait dugaan pelanggaran Firli.
"Saya suruh naik ke lantai 15, tidak ada yang mau. Coba ke sini, saya bilang begitu. Nanti saya bisa jelaskan semua itu," kata pria yang akrab disapa Alex itu di Gedung ACLC KPK, Selasa (11/4/2023).
Dia juga merespons santai terkait rencana pelaporan Firli ke polisi mengenai dugaan tindak pidana pembocoran dokumen penyelidikan kasus tunjangan kinerja di Kementerian ESDM.
"Intinya kami enggak [melarang] silahkan kalau mau laporkan, laporkan saja," katanya.
Baca Juga
Adapun, Firli kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) terkait dengan pelanggaran kode etik. Kali ini, dia dilaporkan dengan dugaan pelanggaran lima kode etik.
Laporan teranyar berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang meliputi tiga mantan pimpinan KPK, mantan pegawai KPK, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil.
"Semua dugaan pelanggaran yang kami laporkan, rasanya sangat lebih dari cukup sebagai alasan untuk memecat atau menon-aktifkan Firli Bahuri dari tugasnya sekarang, yaitu Ketua KPK," kata mantan Penyidik Senior KPK Novel Baswedan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Dugaan Pelanggaran
Di antara dugaan pelanggaran yang dilaporkan, Firli diduga membocorkan dokumen-dokumen hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja 2020-2022 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dugaan pembocoran yang dilakukan Ketua KPK itu disebut melanggar hukum dan kode etik, sekaligus selain adanya dugaan rekayasa kasus.
Selain itu, Firli diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam mengembalikan Brigjen Pol Endar Priantoro ke Polri. Tindakan yang sama disebut tidak terjadi hanya sekali selama kepemimpinan Mantan Kabaharkam Polri itu.
Beberapa pelanggaran etik Firli sejak menjadi Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK juga dicantumkan dalam laporan tersebut seperti dugaan kerap mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak yang sedang berperkara, hingga dugaan penerimaan gratifikasi untuk menyewa helikopter.
Untuk itu, Dewas diminta agar lebih serius untuk menindaklanjuti laporan tersebut dengan menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan pengunduran diri terhadap Firli.
Untuk diketahui, pensiunan jenderal polisi bintang tiga itu sudah pernah mendapat sanksi ringan atas pelanggaran sebelumnya. Untuk itu, pelapor menilai tidak ada alasan bagi Dewas untuk tidak menjatuhkan sanksi berat berupa rekomendasi agar Firli mengundurkan diri.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Dewas KPK No.2/2020, pasal 11 ayat (2) yang menyebutkan dalam hal terjadi pengulangan pelanggaran etik oleh insan komisi pada jenis pelanggaran yang sama, maka sanksi dapat dijatuhkan satu tingkat di atasnya.
“Pelaporan ini adalah bukti konsistensi Firli Bahuri dalam melanggar hukum dan konsistensi Dewas membiarkannya, padahal seharusnya sebagai Ketua KPK, dia menganut zero tolerance, Dewas juga harus lebih zero tolerance,” kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhan.