Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggota DPR Ramai-Ramai Tolak Satgas Komite TPPU, Usul Pansus Selidiki Transaksi Rp349 T

Anggota Komisi III DPR ramai-ramai menolak wacana pembentukan satuan tugas (satgas) untuk menyelidiki transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kemenkeu.
enkopolhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani, serta Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI, Selasa (11/4/2023). Dok Youtube.
enkopolhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani, serta Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI, Selasa (11/4/2023). Dok Youtube.

Bisnis.com, JAKARTA - Para anggota Komisi III DPR ramai-ramai menolak wacana pembentukan satuan tugas (satgas) untuk menyelidiki transaksi mencurigakan Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Mereka berpendapat, penyelidikan transaksi mencurigakan itu sebaiknya dilakukan oleh lembaga eksternal, bukan satgas yang beranggotakan internal Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Suding berpendapat bahwa tidak masuk akal masalah di internal diselesaikan oleh anggota internal juga. Oleh sebab itu, dia mengusulkan yang menyelidiki transaksi mencurigakan di Kemenkeu sebaiknya panitia khusus (pansus) yang dibentuk melalui hak angket DPR.

"Saya kira tidak tepat satgas. Masa persoalan dalam rumah akan diselesaikan oleh orang dalam rumah itu sendiri. Saya kira lebih tepat diselesaikan bentuk pansus di DPR," ungkap Sarifuddin saat rapat dengan Komite TPPU di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2023).

Begitu juga anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman. Dia mengatakan sumber masalah utama dari polemik transaksi mencurigakan Rp349 triliun ada di Dirjen Kepabeanan dan Perpajakan Kemenkeu. Oleh sebab itu, tidak mesti anggota satgas Komite TPPU melibatkan mereka. Bahkan, dia menuding satgas bentukan Komite TPPU itu menutup kasus tersebut dengan cara halus.

"Bagi saya ini bagian dari agenda untuk close [tutup] kasus ini secara halus. Tapi, ya jadi pertanyaan publik, serius enggak Pak Mahfud, sungguh-sungguh enggak Ibu Menkeu?" ujar Benny pada kesempatan yang sama.

Oleh sebab itu, sebaiknya dibentuk satgas yang independen atau tim pencari fakta. Bahkan, jika tak cukup. Dia juga mengusulkan pembentukan pansus lewat hak angket DPR.

"Kita gunakan hak angket. Hak angket itu adalah hak dewan," ucapnya.

Senada, anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Supriansa mengatakan, satgas sebaiknya dibantu oleh aparat penegak hukum (APH), seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan kejaksaan.

"Apakah tidak sebaiknya satgas yang dibuat ini dibantu APH, kirim sebanyak-banyaknya yang bisa mendukung semua data-data, sehingga APH bisa melakukan penyidikan, bukan lagi bea cukai. Tapi langsung apakah di KPK, kepolisian, atau kejaksaan," ujar Supriansa.

Sebelumnya, Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD berencana membentuk tim satuan tugas atau satgas untuk menindaklanjuti transaksi janggal Rp349 triliun.

Mahfud menyebut Satgas tersebut nantinya akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Bidang Pidana Khusus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, dan Kemenko Polhukam.

"Komite akan segera membentuk Tim Gabungan/Satgas yang akan melakukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA/LHP nilai agregat sebesar Rp349,8 triliun dengan melakukan case building (membangun kasus dari awal),” kata Mahfud di gedung PPATK, Senin (10/4/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper