Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD mengatakan bahwa Sekretaris Mahkamah Agung (MA) harus diperiksa terkait dengan dugaan pencucian uang.
Pria yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mencontohkan dugaan perbuatan Sekretaris MA itu sebagai salah satu modus TPPU.
"Sekretaris Mahkamah Agung itu punya mobil mewah berapa, mobilnya disimpan di tempat lain, pelatnya diganti, Kan muncul itu di PPATK [Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan]. Itu pencucian uang, harus diperiksa," ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).
Pernyataan Mahfud itu keluar saat dia menjelaskan sejumlah modus pencucian uang. Salah satu modus TPPU yakni misalnya kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, yang diatasnamakan pihak lain dan disimpan di tempat lain.
Modus lain yakni di antaranya berupa kepemilikan saham pada perusahaan namun atas nama keluarga yang bersangkutan, pembentukan perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan, dan penerimaan hibah barang tidak bergerak hasil kejahatan dilengkapi akta.
Kemudian, penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan, transaksi pembelian barang fiktif, penyimpanan harta hasil kejahatan dakam safe desposit box di tempat lainnya.
Baca Juga
Mahfud mengatakan bahwa salah satu modus operandi tersebut, selain terkait dengan Sekretaris MA, yakni mirip dengan kasus yang menjerat mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT).
"Seperti RAT, dia laporan [hartanya] sendiri sedikit. Tetapi istrinya, anaknya, perusahannya itu patut dicurigai karena pekerjaannya. Apakah betul itu pencucian uang? Nanti dibuktikan, tetapi itu sudah memenuhi syarat," jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Adapun nama Sekretaris MA saat ini yakni Hasbi Hasan, mencuat dalam kasus suap pengurusan perkara di MA. Kasus tersebut diusut oleh KPK dengan belasan orang tersangka.
Hasbi pun sempat diperiksa oleh KPK, Kamis (9/3/2023). Dia diperiksa sebagai saksi dari tersangka Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Lembaga antirasuah mencecarnya untuk mendalami pengetahuan terkait dengan penanganan perkara di MA.
"Termasuk didalami kembali dugaan adanya aliran uang ke beberapa pihak terkait dalam pengurusan perkara Heriyanto Tanaka melalui perantaraan Yosep Parera," terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (9/3/2023).
Dalam surat dakwaan kepada terdakwa atas nama advokat Yosep Parera dan Eko Suparno, Hasbi disebut ikut membantu pengurusan perkara No.326 K/Pid/2022 di MA atas nama Budiman Gandi Suparman, yakni pengurus dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Pada 25 Maret 2022, bertempat di Rumah Pancasila Jl. Semarang Indah No.32, Tawangmas, Semarang Barat, Yosep dan Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka bertemu dengan Dadan Tri Yudianto. Dalam surat dakwaan, Dadan disebut merupakan penghubung Hasbi.
Kemudian, esok harinya pada 26 Maret 2022, Yosep mengirimkan surat bertanggal 23 Maret 2022 tentang permohonan kepada Majelis Hakim terkait dengan perkara No.326 K/Pid/2022 di MA atas nama Budiman Gandi Suparman.
"Atas pengurusan perkara tersebut Dadan tri Yudianto meminta uang kepada Heryanto Tanaka. Selanjutnya, Heryanto Tanak memerintahkan Na Sutikna Halim Wijaya untuk mentransfer uang dengan ttoal Rp11,2 miliar," demikian isi surat dakwaan.
Alhasil, pada 4 April 2022, Majelis Hakim Kasasi memutus perkara No.326 K/Pid/2022 di MA atas nama Budiman Gandi Suparman mengabulkan kasasi dari Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Semarang dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kota Semarang No: 489/Pid.B/2021/PN Smg tanggal 11 November 2021, serta Budiman Gandi Suparman dinyatakan bersalah dan dihukum pidana selama lima tahun.