Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD membongkar adanya dugaan tindak pencucian uang senilai Rp189 triliun di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Mahfud mengatakan pencucian uang itu terkait dengan impor emas batangan yang diduga melibatkan Bea Cukai dan 15 entitas. Laporan ini telah disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Kemenkeu sejak 2017.
“Itu menyangkut Rp189 [triliun] dan itu adalah dugaan pencucian uang cukai dengan 15 entitas, tapi apa laporannya? Menjadi pajak, padahal ini laporan cukai. Apa itu? emas, impor emas batangan yang mahal-mahal itu,” ujarnya saat rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).
Mahfud menambahkan bahwa impor emas batangan itu kemudian dituliskan dalam surat cukai sebagai emas murni. Ketika diselidiki oleh PPATK, Bea Cukai berdalih bahwa emas murni itu dicetak lewat sejumlah perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.
“Dicari ke Surabaya tidak ada pabriknya dan itu menyangkut uang miliaran, [tapi] tidak diperiksa. Laporan itu diberikan tahun 2017 oleh PPATK,” kata Mahfud.
Dia menambahkan laporan dugaan pencucian uang itu diserahkan langsung kepada Kemenkeu yang diwakili oleh Dirjen Bea Cukai, Irjen Kemenkeu, dan dua orang lainnya. Laporan itu diserahkan secara langsung karena dinilai sebagai masalah besar.
Baca Juga
Namun, hingga 2020, laporan itu tidak sampai ke Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dugaan tersebut baru diketahui setelah Sri Mulyani bertemu dengan PPATK pada 14 Maret 2023.
“Ketika ditanya sama Bu Sri Mulyani, ‘Ini apa kok ada uang Rp189 [triliun]’? Itu pejabat tingginya yang eselon I [bilang], ‘Oh tidak ada bu di sini, tidak pernah ada’,” tutur Mahfud.
Akan tetapi, setelah dipastikan laporan itu telah dikirimkan oleh PPTAK sejak 2020, Mahfud mengatakan bahwa pejabat Kemenkeu yang tidak disebutkan namanya itu baru mencari laporan terkait dugaan pencucian uang berjumlah Rp189 triliun.