Bisnis.com, JAKARTA - Seorang pejabat program pembangunan PBB, Louisa Vinton mengatakan bahwa kerusakan yang disebabkan gempa bumi dahsyat di Turki melebihi US$100 miliar atau setara Rp1.539 triliun.
Dia menyampaikan hal itu pada konferensi pers dalam tautan video di Gaziantep, pada Selasa (7/3/2023).
"Jelas dari perhitungan yang dilakukan hingga saat ini bahwa angka kerusakan yang diajukan oleh pemerintah dan didukung oleh mitra internasional akan melebihi US$100 miliar," katanya dilansir dari Reuters, Selasa (7/3/2023).
Akibat gempa bumi 6 Februari lalu, lebih dari 52.000 orang tewas di Turki dan Suriah. Banyak korban terkubur saat tertidur. Sedangkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa jumlah korban tewas akibat gempa di Turki telah melampaui 46.000 jiwa, pada Senin (6/3/2023).
"Kami kehilangan 46.104 rekan senegara kami akibat gempa. Sejak gempa pertama pada 6 Februari, kami pemerintah dan semua kementerian, telah segera melakukan mobilisasi," katanya.
Menurut Erdogan, sangat sulit untuk mengatur pekerjaan pembersihan setelah gempa karena kerusakannya terlalu besar.
Baca Juga
"Tapi kami tidak menyerah dalam menghadapi kesulitan ini dan memperkuat upaya di semua tingkatan dalam beberapa jam, mengutamakan operasi penyelamatan," lanjutnya.
Dia menambahkan, bahwa sekitar 230.000 bangunan di daerah yang dilanda gempa bumi tidak dapat digunakan lagi. Sementara itu, Vinton menyatakan bahwa angka kerusakan sementara di Turki akibat gempa digunakan sebagai dasar bagi para donatur untuk menggalang dana.
Sebelumnya, Bank Dunia memperkirakan kerugian di Turki akan mencapai sekitar US$34,2 miliar atau Rp520,7 triliun.
Vinton mengatakan Provinsi Hatay menjadi lokasi kerusakan yang paling parah akibat gempa di Turki dengan ratusan ribu rumah telah hancur.