Bisnis.com, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus korupsi alih fungsi lahan dengan terdakwa Surya Darmadi mengungkap bahwa anak PT Duta Palma Group, Banyu Bening Utama memiliki dua izin.
Hal tersebut diungkapkan Subkoordinator Perencanaan Tata Hutan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Ardesianto saat duduk sebagai saksi dalam perkara ini.
"Ada dua izin pertama tapi satu hamparan. Pertama itu HGU dan kedua itu penambahan 1.500 hektare," katanya dalam persidangan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, dikutip Selasa (1/11/2022).
Mantan Kasi Perencanaan dan Tata Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Riau sejak tahun 2012 hingga 2017 tersebut mengatakan lahan yang digunakan Duta Palma Group merupakan kawasan perkebunan.
"Jadi secara Perda 10 itu memang arahan pengembangan kawasan perkebunan tapi secara peta kawasan hutan itu adalah kawasan hutan," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau 2012-2015 Zulher lahan yang digunakan oleh anak usaha Duta Palma Group, PT Panca Agro Lestari, cocok untuk ditanami Kelapa Sawit. Hal ini, ungkap Zulher berdasarkan peta potensi dan tingkat kesuburan lahan. Hal ini diungkapkan Zulher saat bersaksi dihadapan hakim.
Baca Juga
“Iya Yang Mulia, cocok,” kata Zulher.
Adapun, Jaksa penuntut umum (JPU) pada kejaksaan Agung mendakwa bos PT Duta Palma Group/ Darmex Group Surya Darmadi merugikan negara hingga triliunan rupiah dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit.
Dalam surat dakwaan disebutkan Surya Darmadi merugikan Rp4.798.706.951.640 (Rp4 triliun) dan US$7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 (Rp73 triliun)
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Raja Thamsir Rachman secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2022).
Jaksa mendakwa Surya memperkaya diri sendiri sejumlah Rp7.593.068.204.327 (Rp7 triliun) dan US$7.885.857,36. Perbuatannnya itu, kata jaksa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.