Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro menegaskan bahwa penerapan keadlian restoratif (restorative justice) tidak tepat apabila diterapkan untuk pidana kasus korupsi.
Apalagi, konsep ini tidak akan menghentikan proses penanganan perkara sehingga tidak sejalan dengan opini atau wacana keadilan restoratif untuk kasus korupsi.
"Keadilan restoratif ini tidak menghentikan proses penanganan perkara. Artinya, penyelesaiannya bisa mengarah pada keadilan yang diharapkan, keadilan untuk semua, keadilan proporsional. Keadilan untuk korban, keadilan untuk terdakwa," katanya dalam acara Konferensi Nasional Keadilan Restoratif secara daring, Selasa (1/11/2022).
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa keadilan restoratif yang dicanangkan dan dibahas untuk membuat Peraturan Mahkamah Agung (perma) tidak akan menghetikan proses penyelesaian perkara.
Penyebabnya, pada waktu dibahas Perma, terdapat peluang terkait dengan pandangan lain, seperti sasarannya untuk pemulihan kerugian korban.
Oleh karenanya, Andi mengatakan keadilan restoratif tidak tepat untuk diterapkan pada kasus pidana korupsi, sebab para koruptor harus diberi efek jera.
Baca Juga
"Namun, muncul pandangan kedua bahwa keberatan kalau keadilan restoratif diterapkan dalam tindak pidana korupsi karena di situ mengandung sifat kompromi, sedangkan dalam penanganan pidana korupsi memang di situ perlu ada aspek penjeraan jera," ujarnya.
Alhasil, Andi melanjutkan saat ini sedang dibahas apa saja kasus pidana yang bisa diselesaikan dengan penanganan keadilan restoratif, di mana nantinya akan disepakati secara bersama-sama.
"Jadi untuk sementara, kita keluarkan dulu dan kita sepakati bersama untuk dipahami bahwa tindak pidana apa saja bisa diterapkan di restorative justice," pungkas Andi.