Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyebut gagasan keadilan restoratif dalam penanganan korupsi hanya opini yang dia sampaikan saat proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK di depan para anggota Komisi III DPR.
Oleh karenanya, keberlanjutan mengenai gagasan tersebut belum dapat dipastikan realisasinya meskipun kini telah menjabat sebagai Wakil Ketua KPK RI.
“Itu kan hanya opini, bukan aturan, tetapi pandangan [saya] sebagai akademisi tentunya bisa saja [direalisasikan]. Namun, bagaimana realisasinya tentunya nanti lihat aturan," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (28/10/2022).
Untuk diketahui, keadilan restoratif memiliki arti bahwa dalam proses tersebut melibatkan semua pihak terkait, memperhatikan kebutuhan korban, ada pengakuan tentang kerugian dan kekerasan, reintegrasi dari pihak-pihak terkait ke dalam masyarakat, dan memotivasi serta mendorong para pelaku untuk mengambil tanggung jawab.
Lebih lanjut, Tanak juga berbicara mengenai komitmennya sebagai Wakil Ketua KPK yakni akan melaksanakan tugas sesuai peraturan perundang-undangan.
"Tentunya sama dengan komitmen teman-teman lain [di KPK], bagaimana bisa melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kalau kita mengatakan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tentunya tidak akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Baca Juga
Senada, Ketua KPK Firli Bahuri turut merespons gagasan keadilan restoratif yang disampaikan oleh Johanis. Dia menegaskan bahwa kerja KPK harus berlandaskan pada hukum yang berlaku.
"Pada prinsipnya, kami harus memegang teguh tujuan penegakan hukum. Tujuan penegakan hukum itu antara lain pertama kami harus memberikan kepastian hukum itu sendiri. Kedua kita harus mewujudkan keadilan. Dan ketiga menimbulkan kemanfaatan," tuturnya.
Meskipun begitu, Firli mengaku akan selalu bersikap terbuka dengan semua pendapat yang disampaikan. Namun, dia mengingatkan ada aturan hukum yang harus dipatuhi.
"Kalaupun ada hal-hal lain pendapat itu bisa-bisa saja dibahas, tetapi tetap saja kami berpedoman kepada asas bahwa tidak ada sesuatu yang bisa kami laksanakan, kecuali karena ketentuan prosedur mekanisme dan syarat yang diatur peraturan perundang-undangan," pungkas Firli.