Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Majelis Hakim agar menjatuhkan hukuman lima tahun penjara, terhadap dua terdakwa kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Mereka adalah mantan Dirut Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPPT) Husni Fahmi.
Jaksa meyakini Isnu Edhi dan Husni Fahmi terbukti bersalah dalam perkara rasuah e-KTP. "Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana
Dalam dakwaan kedua Penuntut Umum melanggar Pasal 3 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," papar jaksa dalam amar tuntutan, dikutip Selasa (18/10/2022).
Selain pidana badan, Isnu Edhi dan Husni Fahmi juga dituntut agar dijatuhi pidana denda sejumlah Rp300 juta, subsider enam bulan kurungan.
Dalam melayangkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal yang memperberat dan meringankan.
Baca Juga
Untuk hal memberatkan, Husni dan Isnu dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kemudian, perbuatan keduanya, dianggap telah menyebabkan kerugian negara yang besar.
Sementara itu untuk hal meringankan, Isnu dan Husni belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga dan mengembikan uang hasil korupsi yang diperolehnya sejumlah US$20 ribu.
"Terdakwa II, Isnu Edhi Wijaya belum sempat menikmati hasil korupsi hasil keuntungan atas proyek e-KTP karena uang yang berada di rekening Manajemen Bersama sudah disita oleh KPK," papar jaksa.
Adapun, Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi didakwa merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun terkait proyek e-KTP. Jaksa juga mengatakan Husni memperkaya sejumlah pihak, salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto.
"Bahwa Terdakwa I Husni Fahmi dan Terdakwa II Isnu Edhi Wijaya memperkaya diri sendiri yaitu memperkaya terdakwa I Husni Fahmi sejumlah USD 20 ribu atau oramg lain yaitu memperkaya Andi Agustinus alias Andi Narogong, Setya Novanto, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan, Wahyudin Bagenda, Johanes Marliem, atau suatu korporasi yaitu memperkaya korporasi Perum PNRI dan perusahaan anggota konsorsium PNRI lainnya yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 2,3 triliun," seperti dalam surat dakwaan.
Atas dasar itu, Husni dan Isnu didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.