Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara usai Hakim Pengadilan Singapura menetapkan bahwa sidang ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos, masih dilanjutkan pada 7 Agustus 2025.
Untuk diketahui, sidang ekstradisi pada 23-25 Juni 2025 sebelumnya baru meliputi agenda mendengarkan keberatan pihak Paulus. Pada sidang selanjutnya, pihak Paulus akan menghadirkan saksi untuk mendukung keberatan mereka atas ekstradisi yang diajukan pemerintah Indonesia.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa proses sidang Paulus Tannos masih berlanjut. Dia juga menyebut Hakim sudah mengeluarkan penetapan.
Setyo memastikan agar pemerintah Indonesia, termasuk KPK, telah menyerahkan seluruh dokumen-dokumen yang dibutuhkan Pengadilan Singapura dalam proses ekstradisi terhadap Paulus.
"KPK dapat info bahwa proses sidang masih lanjut dan, hakim mengeluarkan penetapan, salah satunya copy opinion of Indonesian expert witness, sudah diserahkan," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (26/6/2025).
Setyo tak memerinci lebih lanjut terkait dengan tanggapan lembaganya atas keberatan yang masih diajukan Paulus.
Baca Juga
Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyebut persidangan ekstradisi Paulus berpotensi memakan waktu lebih lama. Pihak Paulus disebut akan menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi terhadap kliennya.
Pria yang akrab disapa Tommy itu mengungkap, pengacara Paulus menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi.
"Belum tahu [proses ke depan] karena pengacara yang dipakai menggunakan segala cara untuk tidak diekstradisi. Akan makan waktu dan belum akan diputuskan cepat. Kita ikuti saja prosesnya," ungkap pria yang akrab disapa Tommy itu kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025).
Menurut Tommy, pihak Paulus tetap menolak ekstradisi yang dimohonkan oleh pemerintah Indonesia, melalui perwakilan Kejaksaan Singapura.
Pihak Paulus disebut berargumen bahwa Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bertentangan dengan undang-undang (UU) setempat.
"Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura," terang mantan jurnalis senior Kompas hingga Metro TV itu.
Pada sidang lanjutan 7 Agustus 2025, Hakim akan mendengarkan kesaksian yang diajukan pihak Paulus selaku subyek permohonan ekstradisi. Mereka diminta untuk mengajukan nama-nama saksi yang akan dihadirkan di Pengadilan.
Proses Sidang Paulus Tannos
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC).
Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya.
Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia.
Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut.
Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).
Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap.
Proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024.
Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025.
Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.
Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu.
Sementara itu, proses penyelesaian kasus e-KTP yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.