Bisnis.com, JAKARTA - Penasihat Hukum terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Maqdir Ismail mempertanyakan penghitungan kerugian negara yang tercantum dalam surat dakwaan kasus korupsi ekspor minyak goreng.
Sekadar informasi, dalam dakwaan disebutkan bahwa kerugian terdiri atas kerugian negara mencapai Rp 6,04 triliun, kerugian perekonomian negara atas penerbitan PE CPO kepada swasta nilainya sekitar Rp12,31 triliun.
"Ini angka kerugian yang sangat fantastis, tetapi bagaimanakah perhitungannya dan apakah dilakukan oleh lembaga yang berwenang? Terkait dengan kerugian keuangan negara Mahkamah Konstitusi dalam putusannya secara tegas menyatakan harus nyata dan pasti jumlahnya dan hanya BPK yang berwenang menyampaikan hasil penghitungannya,” kata Maqdir dalam keterangan tertulis, Rabu (31/8/2022).
Dia menyoroti ketidaksesuaian antara keuntungan perusahaan-perusahaan yang mendapat persetujuan ekspor CPO, dengan total nilai kerugian negara.
Dalam surat dakwaan, disebutkan bahwa Grup Musim Mas mendapat keuntungan Rp626.630.516.604, Grup Permata Hijau seluruhnya sebesar Rp.124.418.318.216, dan Grup Wilmar seluruhnya sebesar Rp.1.693.219.882.064. Total keuntungan ketiga grup perusahaan tersebut hanya Rp2.444.286.716.885
Menurut Maqdir, antara kerugian negara dan perekonomian negara dengan keuntungan pihak yang dianggap diuntungkan dalam perkara ini tidak sama.
Baca Juga
"Seharusnya, antara kerugian negara dan perekonomian negara harus sama besarnya dengan besarnya keuntungan yang diperoleh oleh pihak yang dianggap diuntungkan,” katanya
Lebih lanjut, menurut Maqdir, jika ada yang memperoleh keuntungan secara ilegal, maka seharusnya pihak yang mendapat keuntungan yang dituntut.
“Jadi, dakwaan atas Lin Che Wei dengan sensasi ada kerugian besar ini sangat tidak layak dilakukan dalam satu negara hukum seperti Indonesia,” kata Maqdir.
Soroti Tiga Poin Dakwaan
Maqdir pun menyoroti tiga poin yang menjadi landasan JPU mendakwa Lin Che Wei telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pertama, Lin Che Wei menggunakan jabatannya sebagai tim Asistensi Kementerian Koordinator Bidang perekonomian untuk bertindak seolah-olah sebagai pejabat yang mempunyai otoritas dalam penerbitan persetujuan ekspor.
Kedua, Lin Che Wei mengusulkan agar syarat persetujuan ekspor berupa pemenuhan realisasi distribusi dalam negeri (domestik market obligation/DMO) diubah hanya mensyaratkan pemenuhan rencana distribusi dalam negeri hanya mensyaratkan pemenuhan rencana distribusi dalam negeri.
Ketiga, merancang, mengolah dan membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha yang tidak menggambarkan kondisi pemenuhan kewajiban DMO yang sebenarnya, yang dijadikan dasar oleh Indra Sari Wisnu Wardhana (Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan) dalam penerbitan permohonan persetujuan ekspor CPO dan turunannya.
Menanggapi tiga poin tersebut, Maqdit menyebut bahwa eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengajak Lin Che Wei untuk menjadi 'teman diskusi' terkait CPO dan krisis minyak goreng pada tanggal 14 Januari 2022, atau setelah Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan mengenai HET (Harga Eceran Tertinggi).
"Jadi, terkait dengan kelangkaan minyak goreng akibat adanya HET, tidak ada keterlibatkan Lin Che Wei. Sekiranya ada pengaruh penimbunan dan langkanya minyak goreng di pasar akibat harganya lebih murah dari ongkos produksi dan bahan baku, dapat dipastikan di luar pengetahuan dan kewenangan dari Lin Che Wei,” papar Maqdir.
Sementara itu, terkait kewajiban DMO dan larangan terbatas eskpor CPO, Maqdir mengklaim Lin Che Wei tak memiliki wewenang dalam masalah tersebut.
“Pengetahuan Lin Che Wei tentang masalah ini berdasarkan presentasi Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang memberikan paparan simulasi DMO dan DPO (Domestic Price Obligation) pada tanggal 27 Januri 2022,” kata Maqdir.
Maqdir pun mengklaim kliennya tidak ikut serta dalam penerbitan persetujuan ekspor (PE). Dia menyebut Lin Che Wei pernah menyatakan kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri melalui pesan Whatsapp agar tidak ikut terlibat mengenai urusan persetujuan ekspor karena rawan difitnah.
“Kalau ada pihak pengusaha yang meminta 'tanggung jawab' Lin Che Wei, karena sudah melaksanakan DMO sesuai pledge, pertanyaan tersebut selalu langsung diserahkan dan diarahkan kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk diputuskan,” kata Maqdir.
Adapun Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," papar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).