Bisnis.com, JAKARTA - Iran menuduh Amerika Serikat (AS) mengulur-ulur upaya untuk menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir Iran 2015. Tuduhan itu dibantah Washington yang mengatakan ada kemajuan dibandingkan dua minggu lalu.
Setelah 16 bulan perundingan AS-Iran yang melelahkan dan tidak bisa tidak secara langsung karena ditengahi oleh perunding Eropa, seorang pejabat senior Uni Eropa mengatakan pada 8 Agustus bahwa pihaknya telah memberikan tawaran akhir dan mengharapkan tercapai kesepakatan dalam beberapa minggu ini.
Iran pekan lalu menanggapi teks UE dengan "pandangan dan pertimbangan tambahan" sambil meminta Amerika Serikat untuk menunjukkan fleksibilitas untuk menyelesaikan tiga masalah yang tersisa.
Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, mengatakan kemarin, bahwa dia berharap Amerika Serikat akan merespons secara positif pada awal minggu ini terkait proposal blok tersebut.
Dia menambahkan bahwa Iran telah memberikan tanggapan yang "masuk akal".
"Amerika menunda-nunda dan tidak ada tindakan dari pihak Eropa ... Amerika Serikat dan Eropa membutuhkan tutnutan kesepakatan berlebihan dari Iran," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani dalam konferensi pers seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (23/8/2022).
Baca Juga
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price membantahnya dan mengatakan kepada wartawan di Washington: "Gagasan bahwa kami telah menunda negosiasi ini dengan cara apa pun tidak benar."
Price mengatakan Amerika Serikat keberatan karena Iran meminta penghapusan Korps Pengawal Revolusi Islam dari daftar organisasi teroris asing AS.
"Itulah bagian dari alasan mengapa kesepakatan sekarang lebih dekat daripada dua minggu lalu. Tetapi hasil dari diskusi yang sedang berlangsung ini masih tetap tidak pasti karena masih ada kesenjangan," kata Price.
Dia menambahkan, bahwa Amerika Serikat bekerja secepat mungkin untuk memberikan tanggapannya.
Amerika Serikat telah meminta Teheran untuk membebaskan warga Iran-Amerika yang ditahan di Iran atas tuduhan keamanan. Iran menuntut agar beberapa warga Iran yang ditahan atas tuduhan terkait dengan sanksi AS dibebaskan.
"Pertukaran tahanan dengan Washington adalah masalah terpisah dan tidak ada hubungannya dengan proses negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015," kata Kanaani dan mengatakan Teheran siap untuk menukar tahanan.
Pada tahun 2018, Presiden AS saat itu Donald Trump mengingkari kesepakatan yang dicapai sebelum dia menjabat, menyebutnya terlalu lunak terhadap Iran dan menerapkan kembali sanksi keras AS. Akibatnya, Teheran mulai melanggar pembatasan nuklir pakta tersebut.