Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko meminta seluruh elemen masyarakat mulai mempersiapkan diri dengan meningkatkan produktivitas di sektor pertanian dan melakukan diversifikasi pangan.
Penyebabnya, dunia sedang dihadapkan dengan tantangan kekurangan gizi.
Moeldoko pun mewanti-wanti agar Indonesia tidak jatuh dalam krisis pangan seperti yang kini mulai terjadi di beberapa negara.
"Sebanyak 19 juta orang di dunia mengalami kurang gizi. Lalu 394 juta masyarakat global sedang kesulitan dalam sektor pangan. Menghadapi situasi ini kita ngapain? Ini yang harus kita cari solusinya,” katanya lewat rilisnya, Senin (1/8/2022).
Moeldoko menambahkan, saat ini ketersediaan pangan domestik masih sangat baik. Dalam 3 tahun terakhir, sebut dia, produktivitas di sektor pertanian terutama pada komoditas beras mengalami surplus sehingga kebutuhan konsumsi nasional tercukupi.
Meski begitu, capaian tersebut tidak boleh membuat Indonesia lengah, terlebih lagi situasi dunia terus berubah sangat cepat seperti perubahan iklim dan cuaca serta kondisi geopolitik global.
Baca Juga
"Perubahan iklim dan cuaca bisa menyebabkan kondisi gagal panen. Perubahan geopolitik global, bisa membuat negara-negara produsen komoditas pangan menghentikan ekspornya, dan menyebabkan kenaikan harga energi sehingga terjadi konversi dari makanan menuju energi karena kebutuhan kapital, " ungkapnya.
Moeldoko yang juga Ketua Umum HKTI ini menilai, Indonesia masih diuntungkan oleh kondisi iklim dan cuaca, di mana fenomena La Nina atau fenomena curah hujan tinggi yang terjadi saat ini, berdampak positif pada sektor pertanian, yakni petani tidak mengalami gagal panen.
Namun di sisi lain, Indonesia juga terkena dampak terjadinya geopolitik global. Seperti konflik Rusia-Ukraina dan persoalan politik di Belarus.
Menurutnya, konflik Rusia-Ukraina membuat Indonesia tidak bisa mengimpor gandum. Padahal kebutuhan impor gandum Indonesia sebesar 30 persen di sana.
"Persoalan politik di Belarus, membuat kita harus impor pupuk dari negara lain dengan harga lebih tinggi. Belum lagi kenaikan harga minyak dunia yang membuat situasi semakin sulit. Ini tantangan dan harus kita cari solusinya, " ujarnya.
Menghadapi kondisi tersebut, Moeldoko menegaskan, pemerintah sudah bekerja keras untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat perubahan iklim dan geopolitik global.
Beberapa langkah yang bisa diambil adalah melakukan diversifikasi pangan, optimalisasi pupuk bersubsidi agar tepat sasaran, hingga kebijakan politik anggaran untuk ektensifikasi lahan-lahan pertanian.
"Untuk diversifikasi pangan, saya sudah mengawali menanam sorgum di NTT. Dan ternyata dalam kondisi yang kering, sorgum bisa tumbuh dengan subur. Nah, kita perlu mencari altrnatif-alternatif pangan baru untuk menggantikan beras," pungkasnya.
Moeldoko juga mengaku banyak mendengar dan menampung aspirasi pemangku kepentingan terkait upaya peningkatan produktivitas pangan seperti kemudahan perizinan pengembangan varietas benih baru, penyelesaian konflik lahan-lahan pertanian dan perkebunan, serta optimalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) untuk mengatasi permainan tengkulak.