Bisnis.com, JAKARTA - Parlemen Sri Lanka bertemu pada hari Sabtu (16/7/2022) untuk mulai memilih pemimpin baru untuk menjalani sisa masa jabatan setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa melarikan diri ke luar negeri dan mengundurkan diri menyusul protes massal atas keruntuhan ekonomi negara itu.
Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardena menjanjikan proses politik yang cepat dan transparan yang harus diselesaikan dalam waktu seminggu.
Dilansir dari Aljazeera.com, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dilantik pada Jumat (15/7/2022), sebagai presiden sementara sampai parlemen memilih pengganti Gotabaya Rajapaksa, yang masa jabatannya berakhir pada 2024
Para pengunjuk rasa di negara kepulauan yang dilanda krisis itu bersikeras bahwa perdana menteri enam kali itu juga harus mundur. Presiden baru dapat menunjuk seorang legislator untuk menggantikan Wickremesinghe.
Pencalonan untuk jabatan presiden akan dibahas pada hari Selasa (19/7/2022). Sekretaris jenderal parlemen Dhammika Dasanayake mengatakan, proses pemilihan akan berlangsung singkat.
Jika ada lebih dari satu calon presiden, para legislator akan memilih pada hari Rabu (20/7/2022).
Surat Pengunduran Diri Rajapaksa
Rajapaksa, 73, melarikan diri ke Maladewa dan kemudian ke Singapura minggu ini untuk menghindari pemberontakan rakyat melawan pemerintahannya.
Selama persidangan, Dasanayake juga secara resmi membacakan surat pengunduran diri Rajapaksa, yang isinya belum pernah dipublikasikan sebelumnya.
Dalam suratnya, Rajapaksa mengatakan krisis keuangan Sri Lanka berakar pada salah urus ekonomi selama bertahun-tahun sebelum kepresidenannya, bersama dengan pandemi Covid-19 yang secara drastis mengurangi kedatangan turis Sri Lanka dan pengiriman uang dari pekerja asing.
“Adalah keyakinan pribadi saya bahwa saya mengambil semua langkah yang mungkin untuk mengatasi krisis ini, termasuk mengundang anggota parlemen untuk membentuk pemerintah semua partai atau persatuan,” kata surat itu.
Para pengunjuk rasa menuduh Rajapaksa dan kerabat politiknya yang kuat menyedot uang dari kas pemerintah dan mempercepat keruntuhan negara dengan salah mengelola ekonomi.
Keluarga telah membantah tuduhan korupsi, tetapi Rajapaksa mengakui beberapa kebijakannya berkontribusi pada kehancuran Sri Lanka.