Bisnis.com, JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDIP di Lenteng Agung, Senin (21/6) yang menyinggung tukang bakso menjadi bahan gorengan politik di media sosial.
“Jadi ketika saya mau punya mantu, saya sudah bilang ke anak-anak yang tiga ini. Awas lho kalau nyarinya kayak tukang bakso," kata Mega yang langsung disambut gelak tawa dari Puan dan Kader PDIP, termasuk Presiden Jokowi.
Melihat respon sang anak, kemudian Megawati pun melanjutkan pembicaraannya. "Mbak Puan ketawa. Karena, sorry, jadi bayangkan saya pikir koyo opo iki rupane [seperti apa ini wajahnya], maaf," jelasnya.
Warganet, pesohor hingga politisi terus membahas omongan Megawati, seperti Komika Arie Kriting yang menilai omongan itu sangat rasis dan merendahkan tukang bakso yang hanya mencari nafkah.
Akun @berlianidris yang merupakan dokter kardiologi yang berpraktek di salah satu rumah sakit di Alam Sutera bahkan menyindir gurauan Megawati dengan sangat satir. Berlian mengatakan ucapan Ibu Mega jangan dipelintir.
“Tolong jgn dipelintir seolah Ibu Mega borjuis rasis yg merendahkan profesi tukang bakso & warna kulit org Papua. Sbg guru besar ketua dewan pengarah BRIN dengan 11 gelar doktor, ucapannya punya basis akademis yang bisa dipertanggungjawabkan. Bismillah Menkes,” cuit akun twitter Berlian.
Baca Juga
Akun twitter PKS @PKSejahtera juga menyindir omongan Megawati dengan memuat gambar seporsi bakso dengan tulisan “Saatnya menikmati bakso yang terhidang, semoga penjualnya laris dan mendapat berkah” disertai tagar #tukangbakso #pelayanrakyat.
Jika dipikir-pikir, bakso makanan lezat khas Indonesia yang hampir bisa ditemui dari Sabang hingga Merauke ini memang lekat dengan urusan ekonomi politik. Jika pedagang bakso yang puluhan ribu jumlahnya itu dan tergabung dalam Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (Apmiso) Indonesia mogok, berapa potensi kerugiannya, bisa miliaran rupiah.
Pedagang bakso saat ini bukan hanya mangkal atau dorong, tapi juga restoran, sebut saja Bakso A Fung, Bakso Titoti, Bakso Jawir, Bakso Solo Samrat, Bakso Boedjangan dan resto bakso lainnya yang skala kebutuhan dagingnya besar, puluhan ribu ton dan putaran uangnya luar biasa.
Belum lagi dengan industri pelengkapnya, kecap, saus, mie, bihun, minuman ringan semakin besar putaran uangnya dan menyerap banyak tenaga kerja. Jadi, urusan bakso ini urusan perut yang bukan remeh temeh.
Untuk urusan politik, para politisi atau menteri pernah berperan menjadi tukang bakso atau menemui pedagang bakso untuk urusan politik. Tahun 2019, Menteri BUMN Erick Thohir pernah berperan sebagai tukang bakso dalam acara drama #prestasitanpakorupsi di SMKN 57 Jakarta.
Menhan Prabowo Subianto yang juga Ketum Partai Gerindra lebaran lalu saat bersilaturahim dengan Presiden Jokowi juga mengatakan menyantap bakso. Mendag Zulkifli Hasan juga pernah menjamu Menteri BUMN Erick Thohir makan bakso di kantor DPP PAN di Jakarta.
Keluarga besar penguasa Orde Baru Soeharto saja, punya bakso langganan yang hampir semua wartawan juga pernah makan di sana, Bakso Cendana. Jualannya di halaman rumah tua milik Tommy Soeharto. Tamu-tamu Pak Harto dulu sering disuguhi makanan bakso ini.
Selama ini bakso dikenal berasal dari daerah Wonogiri atau Solo Jawa Tengah. Tak heran jika sering ada label bakso solo di warung atau restoran bakso. Nah, dua daerah ini dikenal sebagai kandang banteng atau lumbung suara PDIP.
Apa Ibu Ketua tidak takut suara partainya tergerus di wilayah ini, walaupun kemungkinan itu tipis karena kader dan loyalis partai wong cilik ini dikenal sangat ideologis dan fanatis. Bola bakso memang tak berideologi, juga tak punya kasta, tua muda, rakyat jelata atau orang kaya juga menyantapnya. Tapi penjual dan penikmatnya punya hati nurani.