Bisnis.com, JAKARTA—Selain kewenangannya semakin kecil dan hanya bersifat sementara (ad hoc), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dinilai belum bisa mewakili fungsi negarawan yang tidak lagi terlibat politik praktis.
Demikian dikemukakan oleh pakar Tata Negara Fitra Arsil dalam diskusi bertajuk "Haluan Negara Tanpa Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945" yang digelar Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hari ini, Kamis (2/6).
Turut jadi narasumber pada diskusi itu Anggota DPD Fahira Idris, Akbar Faizal dari Nagara Institute, serta Anggota DPD Tamsil Linrung dan Jamal Azis.
Dia mengakui kewenangan MPR yang semakin kecil itu menimbulkan banyak pertanyaan terkait besarnya anggaran yang digunakan termasuk biaya protokoler yang menyertainya.
Apalagi saat ini lembaga MPR yang semakin kecil kewenangannya dinilai tidak efektif lagi dalam sistem ketatanegaraan mengingat tugas pokoknya hanya mengubah dan menetapkan undang-undang dasar serta melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR.
Hanya saja Fitra tidak secara tegas mengatakan apakah MPR perlu dibubarkan atau tidak mengingat tugasnya yang bersifat sementara. Apalagi fungsi melantik presiden, sebagaimana di negara lain, bisa dilakukan lembaga seperti Mahkamah Agung.
Baca Juga
“MPR itu telah membunuh sendiri kewenangannya sejak terjadi amendemen,” ujarnya.
Karena itu dia berharap akan ada penataan kembali sistem kelembagan parlemen dengan memberi ruang bagi para negawarawan sebagaimana di Inggris yang dikenal dengan Majelis Tinggi atau House of Lords.
Dengan demikian, ada anggota MPR yang tidak lagi memikirkan politik praktis seperti di Indonesia, tapi lebih berpikir soal kebangsaan dan gagasan besar.
Sementara itu, Akbar Faizal mengatakan hal yang perlu dilakukan adalah memperkuat kewenangan DPD sebagai penyeimbang dari kekuatan perwakilan politik di DPR.
Menurutnya, kalau kewenangan DPD tidak bisa diperkuat maka pilihannya adalah dibubarkan mengingat selama ini lembaga itu tidak memiliki kewenangan konstitusional legislasi yang utuh.
"Pilihannya ada dua, kalau DPD tidak diperkuat, dibubarkann saja,” ujarnya.