Bisnis.com, JAKARTA - Malam lailatul qadar terjadi di 10 hari terakhir ramadan seperti saat ini, meskipun tidak ada yang tahu kapan terjadinya.
Namun, pendiri Pusat Studi Al Qur’an (PSQ) Profesor Muhammad Quraish Shihab menyebutkan ada dua tanda bagi orang yang menerima kesempatan berjumpa dengan malam lailatul qadar, yakni bertambahnya kebaikan dan merasakan adanya ketenangan.
“Pertama, bertambahnya kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan yang menyeluruh, dari perkataan, sikap, hingga perbuatannya,” kata Prof Quraish diputip NU Online yang mengambil dari Youtube Najwa Shihab.
Adapun tanda kedua adalah ketenangan. Dalam hal ini, terang dia, mayoritas ulama mengartikan ketenangan/kedamaian yang dimaksud sifatnya berkelanjutan sebagimana termaktub pada ayat terakhir surat Al-Qadar.
“Salamun hiya hattaa mathla’il fajr, pada malam itu, kedamaian dirasakan oleh orang yang beruntung menjumpai malam lailatul qadar hingga terbitnya fajar. Atau keesokan harinya,” terang pengarang Tafsir Al-Misbah itu.
Paparan yang dia sandarkan pada ayat itu juga menceritakan bahwa pada malam tersebut malaikat turun ke bumi. Selain itu, kalimat mathla’il fajr (terbitnya fajar) juga diartikan sebagai terbitnya kehidupan baru bagi manusia setelah mengalami kematian.
Dia melanjutkan, ada beberapa kesunahan yang bisa dilakukan umat Islam dalam mengisi sepuluh malam terakhir sembari menunggu lailatul qadar. Seperti memperbanyak shalat sunah, berdoa, membaca wirid dan hal lain yang bersifat ibadah.
“Ada wirid atau doa khusus yang dianjurkan Nabi saw, dan diriwayatkan oleh Aisyah, allahumma innaka ‘afuwwun kariim tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni,” tutur mufasir lulusan Al Azhar Kairo itu.
“Apa bila setelah mati manusia mendapatkan balasan surga, berarti dia mendapatkan kedamaian,” lanjut Prof Quraish.
Sementara, itu, menurut Rais Syuriyah PBNU KH Baha’uddin Nur Salim (Gus Baha) untuk mencari malam lailatul qadar perlu persiapan dan ikhtiar, bukan hanya sekadar menunggu.
Ada banyak ikhtiar yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keistimewaan lailatul qadar, meningkatkan frekuensi kebaikan dengan beribadah salah satunya.
“Untuk mendapat keistimewaan malam yang lebih baik dari seribu bulan itu, orang berbondong-bondong meningkatkan ibadah,” ucap Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran LP3IA, Jawa Tengah itu.
Kendati demikian, ia berpesan berlaku baik tak boleh terbatas akan lailatul qadar. Ibadah tetaplah lebih baik bila dilakukan kapan saja. “Ibadah itu nggak ada ruginya, mau dapat lailatul Qadar maupun nggak," kata Gus Baha menegaskan.