Bisnis.com, JAKARTA - Polisi mengungkap motif Doni Salmanan melakukan dugaan tindak pidana penipuan berkedok trading binary option aplikasi Quotex.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Brigjen Asep Edi menjelaskan motif Doni Salmanan adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Bahkan, kata Asep, Doni Salmanan menjalankan aksinya itu sebagai mata pencahariannya.
"Tersangka DS ingin mendapatkan keuntungan secara pribadi dan menjadikan perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian," kata Asep, dikutip Rabu (16/3/2022).
Asep menjelaskan Doni membuat konten berisikan berita bohong. Dia mempromosikan platform Quotex lewat alin YouTube miliknya, King Salmanan. Dalam video di akin YouTube-nya, Doni Salmanan seolah-olah melakukan trading dan penarikan uang. Bahkan, kata Asep, Doni juga memamerkan hartanya untuk meyakinkan para penontonnya.
"Seolah-olah tersangka DS mendapatkan uang miliaran rupiah dari hasil main trading valuta asing di website Quotex dan melakukan flexing (pamer) dengan maksud dan tujuan untuk meyakinkan yang nonton YouTube," kata Asep.
Baca Juga
Sebelumnya, Doni Salmanan meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia lantaran telah melakukan tindak pidana dugaan penipuan berkedok binary optian platform Quotex.
Hal ini disampaikan Doni saat ditampilkan mengenakan baju tahanan dalam Jumpa Pers Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri pada Selasa (15/3/2022).
"Saya ingin meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia yang telah mengenal dunia trading baik, binary option atau forex, crypto dan sebagainya," kata Doni, Selasa (15/3/2022).
Doni berharap seluruh perbuatannya dapat dimaafkan oleh warga khususnya orang-orang yang telah menjadi korbannya.
"Besar harapan saya masyarakat Indonesia bisa memaafkan semua kesalahan saya," ujar Doni.
Adapun, Doni Salmanan disangkakan pasal dugaan tindak pidana judi daring dan penyebaran berita bohong melalui media elektronik dan/atau penipuan atau perbuatan curang dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Adapun pasal yang termaktub, Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Pemberantasan TPPU.
"Ancaman hukuman maksimal 20 tahun," ujar Gatot.