Sistem Proporsional Terbuka
Memilih sistem proporsional terbuka untuk pemilu DPR dan DPRD memang menjadi awal dari potensi kerumitan teknis penyelenggaraannya. Alasannya, petugas tidak hanya menghitung perolehan suara partai politik sebagai peserta pemilu, tapi juga menghitung suara dari masing-masing calon anggota legislatif (caleg).
Pada tingkat yang lebih tinggi, penyelenggara pemilu juga harus mengonversi perolehan kursi setiap partai dan menetapkan caleg yang terpilih.
Bagaimanapun juga, pemilu semakin kompleks akibat diserentakkan penyelenggaraannya sehingga pemilih memilih lima posisi jabatan sekaligus.
Mereka tidak hanya memilih presiden dan wakil presiden (Pilpres), tapi juga anggota DPR dan DPD, serta DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota (Pileg). Padahal, memisahkan pemilu DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dari Pilpres dengan pemilu DPR dan DPD masih termasuk salah satu desain pemilu serentak yang konstitusional.
Apalagi, Pemilu 2024 ditambah dengan pelaksanaan Pilkada serentak nasional yang digelar pada November 2024.
Artinya, walaupun jadwal hari pemilihannya berbeda, namun akan ada irisan tahapan pemilu yang bersamaan dengan tahapan pilkada. Akibatnya, pelaksanaannya akan menjadi kompleks, jika tidak dimitigasi sejak dini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
.jpg?w=300&h=221)
