Bisnis.com, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat ada 33 kali aktivitas gempa susulan pascagempa Banten magnitudo 6,6 pada Jumat (14/1/2022). 33 gempa susulan tersebut terjadi hingga Sabtu (15/1/2022) pukul 12.00 WIB.
“Gempa susulan yang terjadi dengan magnitudo terbesar 5,7 dan magnitudo terkecil adalah 2,5,” kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu (15/1/2022).
Gempa yang sebelumnya tercatat bermagnitudo 6,7 berpusat di laut pada jarak 132 kilometer arah barat daya Kota Pandeglang, Banten, di kedalaman hiposenter 40 kilometer, dan memiliki mekanisme sumber pergerakan naik (thrust fault) akibat adanya proses tekanan yang kuat.
Gempa tersebut bersifat destruktif atau merusak. Berdasarkan data BPBD Kabupaten Pandeglang, wilayah terdampak gempa mencakup 113 Kelurahan dari 17 Kecamatan, dan menyebabkan lebih dari 700 rumah dan lebih dari 30 fasilitas umum rusak.
Gempa tersebut tidak berpotensi tsunami, karena magnitudonya yang masih di bawah ambang batas rata-rata gempa pembangkit tsunami, yaitu 7,0 ditambah dengan kedalaman hiposenternya di 40 kilometer.
Data monitoring muka laut juga tidak menunjukkan adanya catatan perubahan muka laut pascagempa. Hal itu menjadi bukti bahwa gempa yang terjadi tidak memicu tsunami.
Baca Juga
Adapun, jenis gempa itu berupa gempa dangkal akibat adanya deformasi atau patahan batuan di dalam Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi/menunjam ke bawah Selat Sunda-Banten.
Para ahli menyebut, jenis gempa tersebut sebagai intraslab earthquake, ciri gempa intraslab mampu meradiasikan guncangan (ground motion) yang lebih besar dan lebih kuat dari gempa sekelasnya dari sumber lain, sehingga wajar jika gempa itu memiliki spektrum guncangan yang sangat luas dan dirasakan hingga Sumatera Selatan, serta Jawa Barat.
Guncangan gempa juga terasa sangat kuat di Jakarta disebabkan karena adanya efek tapak lokal (local site effect) lapisan tanah lunak dan tebal di wilayah Jakarta yang memicu terjadinya resonansi gelombang gempa hingga akhirnya guncangan tanah mengalami amplifikasi atau perbesaran.
Selain itu juga adanya fenomena vibrasi periode panjang (long period vibration), karena gempa kuat yang sumbernya relatif jauh.
Gempa Jumat sore tersebut menurut Daryono, jenisnya mirip dengan gempa Selatan Jawa Timur magnitudo 6,1 pada 10 April 2021 lalu yang juga bersifat destruktif. Sama-sama gempa intraslab, yaitu gempa dengan sumber di dalam Lempeng Indo-Australia.