Bisnis.com, JAKARTA – KPK berharap bisa memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian negara, khususnya dalam kasus korupsi Richard Joost (R.J.) Lino. Dengan begitu, tidak melulu harus melibatkan BPK.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa mendorong agar lembaganya memiliki unit baru yang mampu mendeteksi analisis korupsi melalui akuntan forensik.
Menurutnya, hal tersebut tidak masalah. Dia mencontohkan kasus Lino terkait pengadaan tiga quay container crane (QCC) twin lift.
Tim KPK memanggil ahli yang bisa dimintai keterangan tentang spesifikasi QCC hingga detail harganya. Kemudian harga pasaran bisa dihitung dan dibandingkan dengan kasus Lino.
“Itulah proses penghitungan negara oleh auditor. Jadi tidak semuanya itu juga hasil auditor keuangan tapi juga melibatkan ahli yang lain,” katanya saat bincang-bincang dengan wartawan, Senin sore (21/12/2021).
Oleh karena itu, Alex berharap tidak ada perdebatan di tingkat pengadilan pertama hingga kasasi terkait penghitungan negara tidak melalui auditor BPK.
“Sepanjang yang bersangkutan memiliki sertifikasi keahlian dan itu juga dalam proses pembuktian yang dilakukan dengan bukti yang ada transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Dalam vonis kasus R.J. Lino pekan lalu terjadi dissenting oppinio. Salah satu hakim berpendapat KPK tidak cermat dalam menghitung kerugian negara atas pembelian QCC.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menyatakan R.J. Lino bersalah dalam perkara korupsi pengadaan dan pemeliharaan 3 QCC tahun 2010. Lino kemudian dihukum 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis tersebut sejatinya lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Lino dipenjara selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.