Bisnis.com, JAKARTA - Setiap bulan September, isu terkait kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) selalu ramai diperbincangkan di ruang publik.
Meski isu terkait PKI dianggap sebagian masyarakat telah usang dan tidak relevan, namun, beberapa pihak masih ingin mencoba menggaungkannya.
Hal itu agar tragedi kemanusiaan yang melibatkan sesama anak bangsa itu tidak kembali terulang.
Pada era Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, untuk mengingat tragedi tersebut masyarakat diwajibkan untuk menonton film tentang Gerakan 30 September atau G30S PKI.
Film yang penuh kontroversi itu diketahui besutan sutradara Arifin C Noer.
Baca Juga
Film ini diproduksi oleh Produksi Film Nasional (PFN) dan dipimpin oleh Brigadir Jenderal Gufron Dwipayana atau orang yang memiliki kedekatan langsung dengan Soeharto.
Dibuat dari sudut pandang orde baru
Dikutip dari pemberitaan Tempo 2017 lalu, Elprisdat M. Zen, Direktur Komersial dan Operasi Produksi Film Negara (PFN), menyatakan film Pengkhianatan G30S/PKI memang dibuat secara politis dari sudut pandang pemerintah Orde Baru.
Namun, menurut dia, tidak akan ada masalah kalau cuma menayangkan film ini sebagai sebuah tontonan.
Menurut Elprisdat, film bisa dijadikan sesuatu untuk mengukur isu. Dia juga mengatakan film dapat membandingkan apa yang terjadi di masa lalu dan sekarang ini.
"Kan kita tidak bisa menegasikan yang lama pasti buruk, yang baru pasti baik," ujarnya.
Upaya melanggengkan kekuasaan Soeharto
Sejarawan Hilmar Farid-kini Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek-menyatakan film tersebut dibuat untuk melanggengkan kebencian terhadap PKI.
“Sebab, film yang diputar tiap tahun itu menyebarkan cerita bohong tentang kejahatan di Lubang Buaya,” ujar dia dikutip dari pemberitaan Tempo, 30 September 2012.
Dengan target generasi muda, menurut dia, lewat film Pengkhianatan G30S/PKI ini Orde Baru berhasil menemukan cara yang efektif untuk melanggengkan kekuasaannya.
“Yang dengan sendirinya menambah kuat legitimasi Soeharto,” katanya.