Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Gani meminta maaf kepada warganya sekaligus mengungkapkan alasan dia kabur dari negara tersebut setelah Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus 2021. Permintaan maaf tersebut diungkapkan Ashraf Gani dalam sebuah video yang beredar luas di dunia maya.
"Meninggalkan Kabul adalah keputusan tersulit dalam hidup Saya," ujar Ashraf Gani seperti mengutip dari bbc.com, Kamis (9/9/2021).
Dia mengaku merasa sesal karena harus meninggalkan Afganistan dan rakyatnya setelah pasukan Taliban menduduki Kabul dan wilayah lain di negara tersebut.
Menurutnya, tidak ada cara lain yang lebih baik untuk mengakhiri masalah tersebut.
"Itu adalah satu-satunya cara. Saya pergi atas desakan keamanan Istana, yang menyarankan untuk tetap mengambil risiko meskipun memicu pertempuran yang pernah diderita kota selama perang saudara tahun 1990-an," jelasnya pada sebuah pernyataan yang dibagikan di Twitter.
Ashraf Gani mengatakan aksi tersebut merupakan langkah untuk menyelamatkan Kabul dan enam juta warganya. Pasalnya, tim keamanan kepresidenan Afganistan menegaskan kemungkinan Ashraf akan ditangkap dan dibunuh oleh Taliban.
Baca Juga
"Saya telah mengabdikan diri saya selama 20 tahun untuk menjadikan Afghanistan negara yang demokratis, makmur, dan berdaulat," imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ashraf juga membantah kabar bahwa dia membawa uang sebesar US$169 juta ketika kabur ke Uni Emirat Arab (UEA). Menurutnya, tuduhan tersebut tidak berdasar dan sama sekali tidak benar.
Dia menegaskan kronologi peristiwa kudeta Taliban terhadap pemerintahan Afganistan akan diungkapkan dalam waktu dekat. Mulai dari menjelang kepergian Ashraf hingga bagaimana pasukan Taliban memasuki wilayah istana dan memeriksa kamar satu per satu.
"Bahkan, Saya tidak diizinkan untuk melepas sendal untuk memakai sepatu," tambahnya.
Sementara itu, Taliban diketahui akan membentuk pemerintah sementara, dimana hanya memperbolehkan laki-laki untuk menjalankan kepemerintahan negara tersebut.
Mengetahui hal tersebut, wanita di Kabul dan provinsi Badakhstan di Afghanistan bagian timur laut memprotes kabinet baru Taliban. Mereka dengan tegas menyatakan penolakan akan pemerintahan tanpa menteri wanita.