Bisnis.com, JAKARTA - Eks Direktur PIJAKI KPK Sujanarko menyebut, respons Badan Kepegawaian Negara (BKN), kurang relevan dengan temuan maladministrasi dan tindakan korektif terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) oleh Ombudsman.
Menurut Koko-sapaan karib Sujanarko, respons BKN dan KPK atas temuan ombudsman mirip. Keduanya, kata dia, kurang menghargai Ombudsman sebagai lembaga pengawasan pelayanan publik.
Diketahui, KPK dan BKN sama-sama menyatakan keberatan atas temuan maladministrasi dan tindakan korektif oleh Ombudsman terkait pelaksanaan TWK.
"Komentar konpres BKN, ini mirip-mirip keberatan KPK pada temuan Ombudsman, jawaban kurang relevan dengan temuan Ombudsman, semangatnya seakan-akan kurang menghargai kewenangan Ombudsman sebagai lembaga pengawasan pelayanan publik," kata Koko dalam keterangannya, Sabtu (14/8/2021).
Koko menyampaikan sejumlah poin menanggapi jawaban keberatan BKN atas temuan Ombudsman.
Pertama, berdasarkan UU No.5/2014 dan Peraturan BKN No.26/2019 pasal 31 penilaian kompetensi BKN hanya digunakan untuk pembinaan pegawai, bukan pemecatan.
Baca Juga
Apalagi, ujar Koko, proses TWK ini tunduk pada Peraturan Komisi KPK, yang mana dalam prosesnya, kpk berwenang bekerja sama dengan BKN.
Menurutnya, seharusnya BKN menyampaikan alat metode, bahkan surat BKN ke KPK. Namun, tiba-tiba BKN menembuskan surat ke BIN tanpa persetujuan dulu oleh KPK. Tindakan BKN itu, ucap dia, seperti melampaui kewenangan BKN.
"Kedua, menurut Koko, pernyataan BKN atas tindak lanjut arahan Presiden, dengan kooordinasi lembaga-lembaga lain seperti dengan kesimpulan pemecatan pada 51 plus 24 pegawai, tidak mempunyai landasan regulasi sama sekali, ini naif," ujarnya.
Sementara itu, terkait dokumen TWK yang dirahasiakan, Koko menyebut, hal tersebut menggambarkan bahwa BKN tidak cermat dan tidak profesional. Hal ini lantaran bertentangan dengan Perkap BKN pasal 7 ayat 6 yang menganut prinsip transparan.
BKN seharusnya memilih lembaga yang proses asasmennya sesuai dengan nilai transparansi dan ranah birokrasi sipil.
"Keempat, penyisipan pasal sudah sangat jelas sesuai temuan ombusman. Kelima, menyamakan proses peralihan pegawai KPK seperti pengadaan CPNS mengada-ngada bahkan PERKA BKN 26/2019 terkait pelaksanaan asesmen sosial kultural tidak ada kaitan dengan SKD CPNS. Keenam, sampai asesmen perilaku keseharian, berlebihan karena Perkom 1/2021 hanya mengukur kesetiaan terhadap PUNP. Beberapa yurispodensi peralihan status tak perlu tes," kata Koko.