Bisnis.com, JAKARTA - Sebagian masyarakat menilai negatif atas reaksi berlebih pemerintah menghapus mural yang menyindir Presiden Joko Widodo atau Jokowi di salah satu dinding pinggir jalan di kawasan Batuceper, Kota Tangerang Banten.
Pasalnya, gambar wajah Jokowi yang menjadi objek seni jalanan itu telah dihapus oleh aparat.
Pada bagian mata gambar Jokowi itu ditimpa dengan kelir merah dengan tulisan 404:Not Found.
Padahal, budaya kritik masyarakat melalui medium mural itu memiliki sejarah yang panjang. Melalui penelusuran dari mesin pencari Google, Presiden ke-2 RI Soeharto sempat dibuatkan mural yang relatif kritis bertuliskan ‘Not My Hero’ di bawah gambar wajahnya yang dibuat hitam-putih.
Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tidak lepas dari kritikan yang berangkat dari medium mural tersebut. Pada sosok Gus Dur, masyarakat membikin mural dengan nada tuntutan bertuliskan ‘Bring Back Peace’.
Seperti Soeharto, sosok Gus Dur digambar hitam dan putih.
Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga digambarkan dengan warna dominan putih ditimpali garis hitam. Tulisan yang disampaikan melalui mural kepada SBY kala itu berbunyi ‘Turunkan atau Dipermainkan’.
Belakangan setelah viral mural wajah Jokowi di media sosial, aparat bergegas menutup mural dengan warna hitam seluruhnya. Tindakan ini mengundang pro dan kontra di jagat maya.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldoni menyebut tidak ada yang salah dari mural tersebut, apabila telah mendapat izin. Pembuatan mural tanpa izin, kata dia, melawan hukum dan sewenang-wenang.
"Makanya kami keras. Ada hak orang yang diciderai, bayangkan itu kalau tembok kita, yang tanpa izin kita. Orang yang mendukung kesewenang-wenangan, harus diingatkan," tulisnya melalui Twitter, dikutip Sabtu (14/8/2021).
Kendati begitu, komentar Faldo kontradiktif dengan upaya penghapusan mural oleh aparat di lapangan. Pasalnya, hanya gambar mirip Jokowi yang dihapus, sedangkan mural di kiri dan kanan gambar itu dibiarkan begitu saja.