Bisnis.com, JAKARTA - Kerusuhan yang terjadi setelah mantan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma dipenjara tampaknya mereda setelah pengerahan tentara tambahan untuk membantu polisi memulihkan stabilitas.
Afrika Selatan mengerahkan 5.000 anggota Pasukan Pertahanan Nasional Afrika Selatan dan lebih dari 1.700 orang telah ditangkap.
“Kami melihat lebih sedikit insiden kekerasan dan penjarahan yang dilaporkan,” kata penjabat Menteri Kepresidenan Khumbudzo Ntshavheni kepada wartawan di Pretoria, ibu kota Afrika Selatan, pada hari Rabu (14/7/2021).
Seperti diketahui, protes meletus pada 10 Juli setelah Zuma dipenjara karena menentang perintah pengadilan untuk bersaksi di depan penyelidikan korupsi.
Setidaknya 72 orang tewas dalam aksi yang merupakan pemberontakan paling mematikan sejak politik apartheid berakhir pada 1994.
Massa perampok telah mengobrak-abrik ratusan bisnis dan menghancurkan menara telekomunikasi dan infrastruktur lainnya, sedangkan jaringan transportasi dan program vaksinasi virus Corona (Covid-19) telah terganggu.
Baca Juga
Pemerintah mencatat 208 insiden kekerasan terjadi secara terpisah pada Selasa (13/7/2021) malam waktu setempat.
Business Leadership South Africa, salah satu kelompok lobi bisnis utama, memperkirakan bahwa kerusakan akibat peristiwa itu berjumlah lebih dari 5 miliar rand ($343 juta) untuk industri ritel saja. Lebih dari 200 mal menjadi sasaran, lebih dari 800 toko dijarah dan 100 dibakar seluruhnya, kata Chief Executive Officer Busi Mavuso.
Ntshavheni mendesak orang untuk tidak panik dan melakukan pembelian secara tergesa-gesa karena pasokan makanan masih untuk semua orang. Dia pun mengatakan badan keamanan akan mengawal kendaraan yang membawa barang dari pelabuhan Durban KwaZulu-Natal, pelabuhan terbesar di negara itu, ke tujuan pedalaman untuk menjaga rantai pasokan.
Dia menggambarkan kekerasan itu sebagai 'sabotase ekonomi'. "Kami tidak berhak mengumumkan siapa yang berada di baliknya. Jika kami melakukannya, kami akan membahayakan penyelidikan dan kemungkinan penuntutan orang,” katanya.
Beberapa kelompok bisnis telah mendesak Presiden Cyril Ramaphosa untuk menyiagakan lebih banyak personel untuk polisi dan tentara sehingga kekerasan dapat diakhiri. Pasalnya, mereka khawatir bahwa masyarakat dan milisi swasta akan memaksakan bentuk keadilan mereka sendiri.
Rekaman video yang dipublikasikan di situs web stasiun radio Kaya 959 yang berbasis di Johannesburg menunjukkan penjaga keamanan swasta menembakkan peluru tajam ke massa pada hari Selasa.
Sementara pemerintah telah menghindar dari menyatakan keadaan darurat - sebuah tindakan yang terakhir dilakukan rezim apartheid untuk melawan oposisi terhadap aturan minoritas kulit putih. Ntshavheni mengatakan pihaknya dapat meninjau kembali pendiriannya tergantung pada bagaimana situasi berkembang.
Kantor Ramaphosa mengatakan dia telah berkonsultasi dengan para pemimpin kelompok agama, bisnis, dan partai politik tentang cara terbaik untuk memulihkan stabilitas.
“Kehancuran yang disaksikan oleh negara melukai semua orang Afrika Selatan, tidak hanya mereka yang berada di daerah yang terkena dampak, dan itu paling merugikan orang miskin, orang tua dan yang rentan. Beberapa wilayah di negara ini mungkin akan segera kekurangan persediaan dasar menyusul gangguan ekstensif rantai pasokan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan," demikian laporan kantor presiden Afsel.