Bisnis.com, JAKARTA - Vaksin berbayar yang disiapkan oleh PT Kimia Farma Diagnostika dikritisi oleh anggota DPR.
Anas Thahir, anggota Komisi IX DPR mengatakan bahwa selama ini kepada DPR, pemerintah hanya bicara soal vaksin gratis dan vaksin Gotong Royong.
Program Vaksin Gotong Royong adalah vaksin yang dibeli oleh para pengusaha kemudian digratiskan untuk seluruh karyawannya.
“Jadi vaksin berbayar yang dijual bebas melalui Kimia Farma mulai 12 Juli 2021 kepada individu atau kepada setiap orang belum pernah dibahas dan disampaikan pemerintah bersama DPR. Vaksin berbayar individual ini akan bikin kacau dan bisa membuka ruang bagi kelompok tertentu untuk bermain-main di atas penderitaan rakyat yang sedang megap-megap melawan serangan Covid-19,” ucapnya, Minggu (11/7/2021).
Dia melanjutkan, surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/202 tentang penetapan harga pembelian Vaksin dinilanya sebagai cara melegalisasi jual beli vaksin dengan berlindung di balik kebijakan vaksin Gotong Royong.
Karena itu, tuturnya, pelaksanaan vaksin berbayar harus ditinjau ulang.
Sebaiknya, kata dia, pemerintah fokus melakukan percepatan pelaksanaan program vaksinasi nasional yang dinilai masih payah, karena target 1 juta dosis perhari sampai ini belum tercapai.
Pengadaan vaksin pun baru tersedia 100 jutaan dosis dari kebutuhan 400 juta dosis lebih.
“Kendala lainnya kurangnya tenaga pelaksana vaksin dan lain-lain. Ini yang yang harus dikejar pemerintah. Bukan dengan mengeluarkan kebijalan baru yang aneh-aneh,” lanjutnya.
Anas menyebut, penjualan vaksin secara bebas bertentangan dengan komitmen pemerintah yang menggratiskan layanan itu untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk pemegang kartu BPJS.
Hal ini sesuai pernyataan Presiden, bahwa pemberian vaksin gratis untuk seluruh warga negara dan tidak ada kaitannya dengan keanggotaan BPJS Kesehatan.