Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan ada sebanyak 74 korban dari berbagai perkara tindak pidana yang ditolak permohonan bantuan medisnya oleh pihak BPJS Kesehatan.
"Bahkan pihak RS menolak memberikan bantuan medis dan BPJS Kesehatan juga tidak mau cover biaya kesehatan 74 korban ini. Padahal mereka itu juga pemilik kartu BPJS Kesehatan aktif," tuturnya dalam acara kuliah umum dengan tema Situasi Perlindungan Korban di Indonesia, Sabtu (12/6).
Dia menyayangkan pihak BPJS Kesehatan yang tidak mau mengcover seluruh biaya perawatan korban tindak pidana tersebut.
"Katanya kan BPJS Kesehatan itu tahun lalu itu mengalami kerugian, tetapi memetik keuntungan sangat besar juga tahun lalu," katanya.
Akibatnya, kata Hasto, seluruh korban kasus tindak pidana tersebut memohon bantuan biaya medis ke LPSK. Padahal, menurut Hasto, LPSK tidak punya biaya yang cukup untuk mengcover seluruh biaya medis korban tindak pidana.
"Dari 74 pemohon hanya ada beberapa saja yang kami bantu, kebanyakan kami tolak karena terkait anggaran kami juga yang turun dari tahun ke tahun," ujarnya.
Adapun pada awal tahun ini, BPJS Kesehatan mengumumkan berhasil lepas dari defisit keuangan untuk pertama kali. Pada tahun 2020, BPJS Kesehatan mencatatkan surplus arus kas Rp18,7 triliun. Sebelumnya, BPJS Kesehatan selalu mencatat rugi.
Program JKN telah menjangkau hingga 222,46 juta masyarakat. Saat ini, terdapat 508 pemerintah daerah (pemda) yang sudah mengintegrasikan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Dalam lima tahun terakhir (2016–2020), BPJS Kesehatan telah mengumpulkan iuran sebesar Rp463,63 triliun. Sementara total pembayaran klaim biaya pelayanan kesehatan mencapai Rp451,27 triliun.
Posisi keuangan BPJS Kesehatan akhir tahun 2020 surplus lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sebesar Rp1,76 triliun. Padahal pada 2019, BPJS Kesehatan tercatat masih defisit Rp15,5 triliun.