Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pak Jokowi! Ini 5 Catatan Ekonom Indef Tentang Anggaran Alutsista Rp1,7 Kuadriliun

Berikut ini lima catatan dari Indef terkait dengan anggaran Alutsista sebesar Rp1,7 kuadriliun.
Pesawat udara CASA NC212 Skuadron Udara 600 Wing Udara-1 dan Skuadron Udara 800 Wing Udara-2 Puspenerbal, melakukan flypass (terbang formasi) diatas kapal perang pada gladi bersih HUT ke-72 TNI di Banten, Selasa (3/10)./ANTARA-Wahyu Putro A
Pesawat udara CASA NC212 Skuadron Udara 600 Wing Udara-1 dan Skuadron Udara 800 Wing Udara-2 Puspenerbal, melakukan flypass (terbang formasi) diatas kapal perang pada gladi bersih HUT ke-72 TNI di Banten, Selasa (3/10)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Riset Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya memaparkan sejumlah hal yang perlu diperhatikan pemerintah soal usulan anggaran Kementerian Pertahanan untuk modernisasi alutsista senilai Rp1.780 triliun.

Pertama, Berly menilai pemerintah perlu membuat kajian lebih dalam lagi terkait dengan analisis kebutuhan suplai alutsista (Minimum Essential Force/MEF), yang dikaitkan dengan demand (permintaan), threat assesement (penilaian ancaman), dan strategi pertahanan Indonesia.

Adapun, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di 2009, MEF telah diterapkan dan ditargetkan rampung atau mencapai 100 persen di 2024.

"Review target MEF saya kira sangat penting dengan para pakar dan praktisi, harus dikaitkan dengan kebutuhan kita. Bukan hanya dengan rasio terhadap GDP," jelas Berly dalam webinar Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista Rp1,7 Kuadriliun, Rabu (9/6/2021).

Kedua, belanja pemerintah terhadap PDB masih relatif rendah karena penerimaan rendah. Maka itu, Berly mengatakan penerimaan perlu dinaikkan terlebih dahulu sebelum menaikkan belanja, termasuk ke alutsista.

Ketiga, sistem pendanaan modernisasi alutsista dengan pinjaman luar negeri harus dikaji lebih dalam lagi terkait dengan rencana pembayarannya. Berly menyebut tidak semua hutan buruk, namun hutang tetap harus dibayar.

Keempat, pemerintah perlu membedakan beban APBN secara proporsi atau persentase, dengan nilai (Rp). Berly menyebut kedua beban tersebut memiliki konsekuensi tersendiri.

Pasalnya, Kemhan sebelumnya mengklaim bahwa sistem pembiayaan tidak akan membebani APBN untuk prioritas pembangunan nasional, karena menggunakan pinjaman luar negeri dengan sistem angsuran bertenor panjang 28 tahun dan bunga kurang dari 1 persen (<1 persen).

"Terakhir [kelima], ini kita khawatir di sisi accountability dan good governance, baik jumlah [anggarannya] segitu [Rp1.780 triliun] atau sepertiganya, bahkan sepersepuluhnya itu masih lumayan," ungkapnya.

Secara ekonomi, Undang-Undang Industri Pertahanan memuat kewajiban di mana alutsista dari luar negeri harus diikuti oleh transfer teknologi dan memperkuat industri pertahanan dalam negeri. "Ini juga perlu disebut Kemhan ketika menjelaskan secara komprehensif ke masyarakat," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper