Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai dua negara tetangga serumpun yang memiliki nilai strategis kuat, Indonesia dan Malaysia tengah menggodok aturan perlindungan bagi tenaga kerja migran. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa WNI yang bekerja di sektor domestik di Malaysia banyak mengalami permasalahan, mulai dari kekerasan hingga tindak pidana perdagangan orang.
Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono mengatakan penyusunan MoU Employment and Protection of Indonesian Domestic Workers ini menjadi hal yang penting bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga Malaysia, khususnya untuk mengatasi akar permasalahan pekerja migran selama ini.
"PMI sektor informal khususnya Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) banyak mengalami permasalahan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya pelindungan hukum terhadap pekerja asing sektor domestik PLRT dan banyaknya PLRT tidak berdokumen," katanya kepada Bisnis, Sabtu (1/5/2021).
Perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia juga telah menjadi topik bahasan dalam kunjungan Perdana Menteri Malaysia Muhyidin Yassin ke Jakarta pada 5 Februari 2021. Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Muhyidin meminta pengetatan PLRT yang tidak berdokumen dan sepakat segera menyelesaikan MoU perlindungan pekerja migran Indonesia.
Baca Juga
Sosok Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono
Adapun, pemerintah Malaysia saat ini memiliki dua program untuk pekerja migran, yakni Program Rekalibrasi Pulang (PRP) dan Program Rekalibrasi Tenaga Kerja (PRTK) yang sedang berlangsung sehingga 30 Jun 2021. Kedua program ini dapat membantu tenaga kerja migran yang akan pulang kembali ke Indonesia atau ingin kembali bekerja di Malaysia.
Selain itu, Hermono juga menggarisbawahi diplomasi ekonomi terutama di bidang investasi. Bagi Indonesia, Malaysia merupakan mitra penting dengan nilai investasi mencapai US$1,35 miliar, yakni nomor 6 terbesar.
"Minat investor Malaysia untuk berinvestasi di Malaysia masih tetap tinggi di tengah pandemi, khususnya di proyek-proyek infrastruktur yang memang sedang gencar dilaksanakan di Indonesia," katanya.
Sementara itu di sektor perdagangan, pada periode Januari-Februari 2021, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan Malaysia senilai US$581,73 juta, meningkat sebesar 290.38 persen dibandingkan surplus pada periode yang sama 2020.
Pada periode yang sama, ekspor non migas Indonesia ke Malaysia mencapai US$1,49 miliar, naik 32,56 persen dibandingkan periode yang sama 2020. Adapun selama Pandemi Covid-19 yang dimulai kuartal pertama 2020, volume perdagangan Indonesia-Malaysia mengalami penurunan. Namun demikian beberapa produk justru mengalami kenaikan yang signifikan.
Selain upaya peningkatan neraca perdagangan kedua negara, ada pula upaya menghadapi kampanye negatif terhadap kelapa sawit yang menjadi produk andalan kedua negara.
"Suatu hal yang menarik, beberapa produk mengalami kenaikan cukup fantastis selama pandemi diantaranya sawit, peralatan medis dan rempah rempah," ujarnya.