Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demokrat: Moeldoko Sebaiknya Mundur dari Ketum Abal-abal Agar Tak Bebani Jokowi

Rachland Nashidik menyarankan Moeldoko dari Ketum Demokrat versi KLB, sehingga Presiden Jokowi memiliki alasan untuk tetap mempertahankannya di Istana.
Moeldoko menyampaikan pidato perdana saat Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatra Utara, Jumat (5/3/2021)./Antara-Endi Ahmad
Moeldoko menyampaikan pidato perdana saat Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatra Utara, Jumat (5/3/2021)./Antara-Endi Ahmad

Bisnis.com, JAKARTA - Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menyarankan agar Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko untuk mundur dari Ketua Umum Demokrat versi KLB Deli Serdang, Sumatra Utara.

Rachland mengatakan hal itu seharusnya dilakukan Moeldoko jika ingin melepaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan koleganya di pemerintah dari protes publik akibat upaya pengambilalihan Partai Demokrat dari pemimpin yang sah yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Jalan terbaik bagi @GeneralMoeldoko adalah mundur dari Ketum abal-abal hasil KLB ilegal. Dengan begitu, ia lepaskan Presiden dan koleganya di pemerintah dari beban tak perlu dan sasaran protes publik," kata Rachland melalui akun Twitter @RachlanNashidik, Jumat (12/3/2021).

Rachland juga mengatakan mundurnya Moeldoko dari Ketum versi KLB akan membuat Presiden Jokowi memiliki alasan untuk tetap mempertahankannya di Istana.

Sementara itu, sejumlah pihak sempat menyuarakan agar Jokowi mencopot jabatan Moeldoko sebagai Kepala KSP sehubungan dengan keterlibatannya dalam upaya mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.

Salah satu yang menyampaikan hal tersebut ialah Guru Besar Pemikiran Politik Islam FISIP UIN Jakarta Din Syamsuddin. Dia menilai Moeldoko layak dipecat dari jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan atas keterlibatannya dalam kongres luar biasa atau KLB Demokrat.

Din mengatakan, pemecatan bisa dilakukan jika Moeldoko belum mendapat izin dari Presiden Jokowi.

"Jika beliau tidak pernah mengizinkan maka Jenderal (Purn) Moeldoko layak dipecat dari KSP, karena merusak citra Presiden, dan jika dia memimpin partai politik maka akan mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai KSP," kata Din Syamsuddin dalam keterangannya, Senin (8/3/2021).

Disebut, jika Jokowi mengizinkan atau memberi restu, maka dapat dianggap Presiden telah mengintervensi sebuah partai politik dan merusak tatanan demokrasi. Menurut Din, KLB Demokrat menampilkan atraksi politik dan tragedi demokrasi yang fatal.

Pelaksanaannya membuktikan bahwa upaya pendongkelan terhadap kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang sempat dibantah oleh pihak yang dituduh sebagai pelaku ternyata bukan isu apalagi rumor.

"Bantahan itu telah berfungsi semacam self fulfilling prophecy atau hal yang diciptakan untuk menjadi kenyataan," ujarnya.

Dari informasi yang diterima, kata Din, pelaksanaan KLB yang menetapkan kepemimpinan Moeldoko itu tidak berizin dan tidak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat, serta bertentangan dengan paradigma etika politik berdasarkan Pancasila.

Dia menilai hal yang tepat dan terbaik bagi pemerintah adalah menolak keputusan KLB tersebut. "Jika Pemerintah mengesahkannya maka akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia, dan menciptakan kegaduhan nasional," pungkas Din.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper