Bisnis.com, JAKARTA - Militer Myanmar menutup akses internet untuk meredam gejolak aksi protes atas kudeta terhadap pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi.
Lembaga pemantau yang berbasis Inggris, NetBlocks melaporkan "pemadaman internet hampir total" mulai pukul 01:00 waktu setempat pada Selasa (16/2/2021).
Tindakan itu adalah penutupan keempat sejak kudeta 1 Februari ketika junta mencoba untuk meredam aksi pembangkangan yang sebagain besar di antaranya dilakukan secara online.
Sebelumnya, otoritas militer mengumumkan hukuman keras bagi mereka yang menentang para pemimpin kudeta.
Tanda-tanda pemadaman sarana komunikasi lain terlihat setelah penyedia layanan internet mengatakan kepada BBC Burma bahwa akses online sedang diblokir.
Penutupan akses internet terbaru mengikuti pola yang ditujukan untuk mengganggu oposisi yang terus memprotes kudeta. Akses ke Facebook, dibatasi segera setelah kudeta. Penggunaan Twitter dan Instagram juga terganggu.
Baca Juga
Penyedia telekomunikasi utama Telenor menyatakan tidak akan lagi memperbarui daftar gangguan internet di situsnya.
Perusahaan itu menyatakan, bahwa situasinya "membingungkan dan tidak jelas" dan keselamatan karyawan adalah "prioritas utama".
Kehadiran militer kian bertambah banyak di lokasi strategis dan tentara menggantikan posisi polisi seperti dikutip BBC.com, Selasa (16/2/2021).
Di kota utama, Yangon, kendaraan lapis baja beroda delapan terlihat berusaha melewati lalu lintas jam sibuk dan sering diballas bunyi klakson mobil yang menentang kudeta.
Aksi protes terfokus pada gedung bank sentral, kedutaan besar AS dan China, dan markas besar kota Liga Nasional untuk Demokrasi.
Ketika para demonstran berkumpul lagi di pusat Kota Mandalay pada Senin (15/2/2021), ada laporan dari pasukan keamanan yang menembakkan peluru karet untuk membubarkan massa.