Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Digugat di PN Jakpus, Mendag M Lutfi Dihantui Kebijakan era Agus Suparmanto

Kebijakan importasi buah era Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menuai gugatan di PN Jakarta Pusat.
Gedung Kementerian Perdagangan./Setkab
Gedung Kementerian Perdagangan./Setkab

Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi harus kecipratan beban akibat kebijakan izin impor buah yang dikeluarkan oleh eks Mendag Agus Suparmanto.

Hal itu terjadi menyusul adanya gugatan dari atas kebijakan impor buah dari pengusaha Hendra Juwono ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Usut punya usut, gugatan terkait importasi buah yang ditujukan kepada Kementerian Perdagangan tersebut lebih dari 1 pengusaha. Informasi yang dihimpun menyebut 5 gugatan, yang sebagian sudah masuk proses peradilan.

Sejatinya gugatan itu adalah kelanjutan dari kisruh perizinan impor buah yang sempat mencuat pada 2020 lalu. Fokus gugatannya adalah ke eks Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, eks Dirjen Daglu Kemendag Wisnu Wardana, dan Direktur Impor waktu itu.

Dalam gugatan bernomor 90/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst yang didaftarkan ke PN Jakpus pada Senin (8/2/2021), Hendra dari PT Indobrill Salitrosa, menganggap Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Pihak Kementerian Perdagangan dianggap dengan sengaja memperlambat atau menunda penerbitan surat pemberitahuan impor alias SPI. Akibat penundaan tersebut, para pengusaha mengaku mengalami kerugian miliaran rupiah.

Penasihat Hukum Hendra Juwono, Ayub A. Fina mengatakan bahwa, gugatan itu merupakan perbaikan dari gugatan sebelumnya yang dilayangkan pada tahun 2020.

Gugatan itu menyoal kebijakan perizinan impor dari Kementerian Perdagangan yang waktu itu masih dipimpin oleh Agus Suparmanto.

"Ini awalnya gugatan dari tahun 2020. Jadi waktu itu, izin impor dari anggota kami ditahan antara Maret sampai dengan Juni. Sementara pada saat diterbitkan, musim buah di negara yang diminta izinnya sudah berakhir, sehingga izin yang diberikan kepada kami mubadzir," kata Ayub saat dikonfirmasi Bisnis, Selasa kemarin.

Ayub menjelaskan, selain masalah keterlambatan, pemberian izin waktu itu juga terkesan tebang pilih. Dia menyebut, pengusaha lain mendapatkan izin cukup cepat, bahkan dalam hitungan hari.

Sementara, untuk kliennya mendapatkan izin yang cukup lama. Hal ini, menurutnya jelas bertentangan dengan prinsip perizinan yang diatur dalam Permendag No.44/2019.

"Gugatan ini adalah koreksi untuk ke depan, karena pengusaha yang lain izinnya keluar dalam sehari," jelasnya.

Adapun dalam petitum gugatan tersebut, pihak Hendra meminta majelis hakim mengabulkan tiga gugatan pokoknya. Pertama, menyatakan menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

Kedua, menyatakan bahwa Mendag dan para tergugat yang sengaja menunda atau memperlambat waktu proses penerbitan SPI (surat persetujuan impor) milik penggugat adalah perbuatan melawan hukum.

Ketiga, menyatakan bahwa perbuatan melawan hukum ketiga pejabat Kemendag itu sebagai perbuatan yang salah.

Sebab, menurut Hendra, para tergugat telah dengan sengaja tidak mematuhi ketentuan hukum yang diatur pada Pasal 9 ayat (1) dan (2) dan Pasal 11 ayat (3) dan (4) jo Pasal 12 ayat (3) dan (4) serta Pasal 13 Permendag No/44/2019.

Selain itu, atas keterlambatan atau penundaan izin impor tersebut, dirinya mengaku mengalami kerugian senilai Rp7,9 miliar dan imateriil senilai Rp3,6 miliar.

Adapun, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tak memberikan komentar saat dikonfirmasi Bisnis melalui pesan tertulis Senin kemarin.

Dalam catatan Bisnis, kisruh impor buah itu terjadi pada tahun lalu. Waktu itu kalangan pengusaha meminta pemerintah menetapkan kebijakan relaksasi impor untuk berbagai produk buah dan sayur yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. 

Permintaan itu dilakukan karena sejak Januari 2020 keran impor buah-buahan tak kunjung dibuka sehingga kalangan pengusaha mempertanyakan ini kepada Presiden Jokowi.

Asosiasi Eksportir-Importir Buah Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) bahkan  sudah mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi perihal penerbitan RIPH dan Surat Persetujuan Impor (SPI) bernomor: 008/PRES/ASEIB/ III/2020 tertanggal 20 Maret 2020.

Sambil menunggu tanggapan dari Istana, asosiasi waktu itu juga sedang  mempertimbangkan juga apakah perlu mengirimkan surat terbuka kepada lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ombudsman Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selaku pengusaha produk hortikultura, Aseibssindo sangat setuju dengan Presiden Jokowi yang telah mengingatkan dan melonggarkan peraturan impor. Apalagi kondisi kini memerlukannya. Sayangnya, kedua kementerian terkait malah seolah menutup keran impor buah dan sayur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper