Bisnis.com, JAKARTA – Pembunuhan tersangka tanpa menjalani proses hukum atau extrajudicial killing masih terus terjadi meskipun kapolri sudah berganti-ganti.
Peristiwa pembunuhan tersangka tanpa menjalani proses hukum itu disorot Anggota Komisi III DPR MPR RI Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan lewat akun Twitter @hincapandjaitan pada Minggu (7/2/2021).
Mengutip cuitan Hinca, bahwa kini masyarakat menantikan kinerja dari Kapolri Listyo Sigit, yang dilantik Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 27 Januari 2021, untuk menepati janjinya menegakkan hukum secara berkeadilan.
Berita penjemputan paksa dan pembunuhan tanpa proses pengadilan yang diduga dilakukan oknum polisi mencuat di Samarinda Kalimantan Timur.
Herman, nama tersangka, dijemput paksa tanpa menunjukkan surat-surat dan disiksa hingga terbunuh. Kejadian ini terjadi pada 2020.
Menanggapi hal itu, Hinca mengatakan, pergantian kapolri berapa kali pun tidak akan mengubah praktik buruk pihak kepolisian.
Baca Juga
Hinca pun menyentil Kapolri Listyo dalam cuitannya.
“Ini yang saya takutkan. Pergantian Kapolri berapa kali pun, lantas tak mengubah praktik buruk di lapisan bawahnya. Jenderal Listyo, mampukah saudara bersuara keras dan berlaku tegas utk peristiwa seperti ini? Kita kawal proses selanjutnya,” cuitnya melalui akun @hincapanjaitan, Minggu (7/2/2021).
Sebagai kapolri yang baru, Listyo pernah menjanjikan untuk memberikan pelayanan publik secara transparan dan menerapkan penegakan hukum secara berkeadilan dan membuat Polri menjadi harapan masyarakat.
“Menjadi komitmen kami untuk bagaimana harapan masyarakat terhadap Polri betul-betul bisa kami tindaklanjuti,” ujarnya usai dilantik Rabu (27/1/2020) lalu.
Dengan masih adanya kejadian extrajudicial killing, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mendesak kepolisian melakukan evaluasi total.
Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Kapolri 1/2009 disebutkan bahwa setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya.
Selain itu atasan/pimpinan yang memberi perintah kepada anggota Polri untuk melaksanakan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, harus turut bertanggung jawab atas risiko/akibat yang terjadi sepanjang tindakan anggota tersebut tidak menyimpang dari perintah atau arahan yang diberikan.
“Oleh karena itu penting penyelidikan selanjutnya menelusuri rantai komando dalam peristiwa ini untuk melihat ada atau tidaknya keterlibatan pimpinan,” tulis YLBHI dalam siaran persnya beberapa waktu lalu.
Terlebih, ternyata kasus-kasus semacam ini nyaris tidak ada yang ditindaklanjuti dengan proses hukum. Laporan yang dilakukan masyarakat pada umumnya tidak ditindaklanjuti. Jika ada yang ditindaklanjuti umumnya pelaku hanya dikenakan hukuman disiplin.
Oleh karena itu, YLBHI meminta seluruh pihak mulai dari Presiden, DPR, Komnas HAM, dan Ombudsman Republik Indonesia untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh pada Polri, khususnya mengenai kekerasan dalam penyidikan (penyiksaan), pengejaran tersangka dan penanganan demonstrasi serta penggunaan senjata api.