Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meldoko Lebih Takut Ditodong Wartawan Ketimbang Senjata Api

Tiga bulan awal saya di KSP itu jujur keringat saya cukup banyak, waktu itu saya tidak takut ditodong apalagi ditodong senjata, saya tidak takut, tetapi todongan-todongan wartawan ini lebih cepat, lebih tajam.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko/Antara-Akbar Nugroho Gumay
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko/Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengaku bahwa dirinya lebih takut jika ditodong pertanyaan oleh wartawan ketimbang ditodong senjata api.

Pengakuan tersebut disampaikan mantan Panglima TNI itu dalam peringatan webinar peringatan Hari Pers Nasional 2021 yang digelar secara virtual, Minggu (7/2/2021).

“Tiga bulan awal saya di KSP itu jujur keringat saya cukup banyak, waktu itu saya tidak takut ditodong apalagi ditodong senjata, saya tidak takut, tetapi todongan-todongan wartawan ini lebih cepat, lebih tajam,” kata Moeldoko.

Pengalaman bertugas di pemerintahan, lanjut Moeldoko, memberi kesempatan lebih banyak bagi dirinya untuk belajar bersama insan pers. Apalagi, perkembangan media daring belakangan mengubah cara masyarakat memperoleh informasi.

“Kadang-kadang kita ngomong bener aja itu nulisnya salah, apalagi kalau saya salah, wah itu babak belur pasti! Nah, di situ pengalaman saya yang saya akui harus banyak belajar dari wartawan,” kata dia.

Saat diskusi, dia mengakui adanya keterlambatan dalam penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia. Keterlambatan itu, menurut Moeldoko, disebabkan rasio tenaga kesehatan yang timpang, kelangkaan alat deteksi, dan fasilitas kesehatan yang minim.

“Mengapa penanganan pandemi belum memuaskan? Kita juga perlu memahami bahwa rasio dokter di Indonesia itu cukup timpang 1 dibanding 4 ribu. Padahal, di Amerika itu ratusan perbandingannya,” tuturnya.

Selain itu, dia menggarisbawahi, adanya hambatan dalam mengakses alat kesehatan terkait deteksi Covid-19 pada awal pandemi diidentifikasi di Tanah Air. Belakangan, fasilitas kesehatan pun sulit untuk dipersiapkan menekan laju pertumbuhan pasien konfirmasi positif Covid-19.

“Persoalannya mungkin karena pandemi ini dihadapi oleh semua negara kurang lebih 200 negara. Sehingga, masing-masing negara punya kepentingan dalam negeri masing-masing,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper