Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat Politik dan Direktur Ekskutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo melihat tren munculnya calon tunggal meningkat pesat pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020.
Dia menyebutkan bahwa pada Pilkada 2015 calon tunggal terhitung hanya ada di tiga daerah. Jumlah ini naik menjadi 9 daerah (2017), 16 daerah (2018), dan 25 daerah (2020).
“Fenomena calon tunggal ini minimal disebabkan dua faktor. Pertama, syarat mencalonkan yang terbilang berat baik dari jalur partai maupun perseorangan dan untuk faktor kedua, ada unsur kesengajaan, sebagai bagian dari strategi pemenangan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (9/12/2020).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pada faktor kedua pasangan calon (paslon) sengaja memborong partai yang membuat sulit lawannya untuk mendapatkan dukungan partai agar memenuhi syarat pencalonan.
“Sementara untuk maju melalui jalur perseorangan tidak mudah karena harus mendapatkan dukungan 10 persen dari total pemilih yang terdaftar di DPT,” ujarnya.
Dia melihat bahwa berdasarkan hasil pilkada sebelumnya, mayoritas incumbent yang melawan kotak kosong mayoritas memenangkan pilkada kecuali Pilkada Kota Makassar.
Baca Juga
Maka dari itu, berdasarkan data sebelumnya, dia memprediksi bahwa tidak akan banyak perubahan dari sebelumnya. Pilkada Serentak 2020 ini mayoritas akan dimenangkan paslon tunggal.
Dari 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020, terdapat 25 calon tunggal yang tersebar di 12 provinsi yang menggelar Pilkada, yakni Kabupaten Humbang Hasundutan, Kota Gunung Sitoli, Pematang Siantar, Kabupaten Pasaman, Ogan Komering, Ogan Komering Ulu Selatan, Bengkulu Utara.
Selanjutnya, daerah lain yang mengusung calon tunggal adalah Boyolali, Grobogan, Kebumen, Kota Semarang, Sragen dan Wonosobo, Ngawi, Kediri, Kabupaten Badung, Sumbawa Barat, Kota Balikpapan, Kutai Kartanegara, Gowa, Soppeng, Mamuju Tengah, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak dan Raja Ampat.
Sementara itu, pengamat Komunikasi dan Media Digital dari Universitas Muhammadiyah Tangerang Rully Yose menyebutkan bahwa setiap calon tunggal tetap perlu waspada.
Dia menyebutkan bahwa pemilihan walikota di Makassar pada 2018 memberikan hasil kotak kosong bisa menang untuk pertama kalinya dalam pemilu. Meski calon tunggal, pasangan tersebut kalah oleh kotak kosong yang menang dengan 300.969 suara melawan 264.071 suara.
“Memang menarik sekarang banyak lawan kotak kosong, ada sekitar 25 kabupaten. Mudah-mudahan ini bisa jadi koreksi ke depannya, supaya proses demokrasi jadi semakin baik,” kata Rully.
Sekedar catatan, dalam Pasal 54D ayat 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota sudah diatur Pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah.
Adapun, bila kotak kosong yang menang, maka akan di lakukan pemilih ulang di periode berikutnya. Sedangkan posisi kepala daerah akan diisi oleh pejabat sementara (Pjs) yang ditugaskan oleh pemerintah daerah.