Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minta Presidential Threshold Dihapus, Rizal Ramli: Hanya Untungkan Elite Parpol

Rizal Ramli menilai Presidential Threshold hanya menguntungkan elite parpol, dan mematikan calon pemimpin bangsa yang lahir dari masyarakat.
Mantan Menko Maritim Rizal Ramli/ANTARA-Aprillio Akbar
Mantan Menko Maritim Rizal Ramli/ANTARA-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan permohonan uji materi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam UU No.7/2017 tentang Pemilu.

Sidang dilanjutkan dengan agenda perbaikan permohonan. Dari pihak pemohon sidang dihadiri oleh Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, serta kuasa hukumnya, Refly Harun, Iwan Satriawan, Salma Darwis, dan Maheswara Pramandono.

Pihak Rizal Ramli yang diwakili kuasa hukumnya menyatakan bahwa secara garis besar pihaknya melakukan perbaikan terkait kedudukan hukum.

Dalam sidang tersebut Rizal menjelaskan ihwal pentingnya penghapusan Presidential Threshold. Menurut dia Presidential Threshold ini membuat rakyat tidak punya kesempatan untuk memilih.

Lebih lanjut, dia menilai Presidential Threshold hanya menguntungkan elite parpol, dan mematikan calon pemimpin bangsa yang lahir dari masyarakat.

"48 negara udah enggak pakai threshold kok kita sudah ketinggalan zaman banget," ucap Rizal saat sidang, Senin (5/10/2020).

Diketahui, Rizal Ramli bukan orang pertama yang mengajukan permohonan uji materi ihwal presidential threshold ke MK. Pada 2018 lalu misalnya Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten mempertahankan pendirian terkait konstitusionalitas norma ambang batas pencalonan presiden dalam UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu.

Ketentuan ambang batas pencalonan presiden terus digugat kendati MK telah menyatakan dalam putusan-putusan terdahulu bahwa (presidential threshold/PT) konstitusional. Gugatan tersebut, saat itu dilayangkan oleh bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dan eks Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri.

Pemohon menggugat Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur PT oleh partai politik atau gabungan partai politik sebesar 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25 persen suara sah pemilu DPR sebelumnya.

Dalam pertimbangan hukum Putusan MK No. 49/PUU-XVI/2018, MK menegaskan PT merupakan kebijakan hukum terbuka pembuat UU. Mengacu pada putusan terdahulu, MK memandang PT dapat memperkuat sistem presidensial dalam bentuk kecukupan dukungan parpol guna membentuk pemerintahan dan penyederhanaan jumlah parpol.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper