Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menentukan permohonan uji materi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam UU No.7/2017 tentang Pemilu oleh Rizal Ramli dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Panel Arif Hidayat, dalam sidang lanjutan perkara tersebut yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi (MK).
"Hakim panel akan melaporkan kepada 9 orang hakim dalam rapat putusan hakim bagaimana kelanjutan sikap mahkamah terhadap permohonan ini. Saudara prinsipal saudara kuasa hukum tinggal menunggu ada prmberitaan dari panitera bagaimana putusan 9 orang hakim dalam rapat majelis untuk menindaklanjuti dalam perkara ini," kata Arif, Senin (5/10/2020).
RPH yang berisi 9 hakim konstitusi ini akan menentukan nasib permohonan uji materi yang diajukan Rizal Ramli apakah layak dibawa ke sidang pleno atau tidak.
Nantinya dalam RPH akan diputuskan apakah permohonan itu akan disidang pleno oleh hakim konstitusi atau dicukupkan serta divonis lebih cepat.
"Nanti akan laporkan pada rapat putusan hakim, rapat putusan hakim lah yang akan memutus bagaimana kelanjutan dalam perkara ini," ujarnya.
Baca Juga
Sementara itu, dalam sidang tersebut Rizal menjelaskan mengenai pentingnya penghapusan Presidential Threshold. Menurut dia Presidential Threshold ini membuat rakyat tidak punya kesempatan untuk memilih.
Dia juga menilai Presidential Threshold hanya menguntungkan elite parpol, dan mematikan calon pemimpin bangsa yang lahir dari masyarakat.
"48 negara udah enggak pakai threshold kok kita sudah ketinggalan zaman banget," ucap Rizal saat sidang, Senin (5/10/2020).
Diketahui, Rizal Ramli bukan orang pertama yang mengajukan permohonan uji materi ihwal presidential threshold ke MK. Pada 2018 lalu misalnya Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten mempertahankan pendirian terkait konstitusionalitas norma ambang batas pencalonan presiden dalam UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu.
Ketentuan ambang batas pencalonan presiden terus digugat kendati MK telah menyatakan dalam putusan-putusan terdahulu bahwa (presidential threshold/PT) konstitusional.
Gugatan tersebut, saat itu dilayangkan oleh bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas dan eks Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri.
Pemohon menggugat Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur PT oleh partai politik atau gabungan partai politik sebesar 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25 persen suara sah pemilu DPR sebelumnya.
Dalam pertimbangan hukum Putusan MK No. 49/PUU-XVI/2018, MK menegaskan PT merupakan kebijakan hukum terbuka pembuat UU. Mengacu pada putusan terdahulu, MK memandang PT dapat memperkuat sistem presidensial dalam bentuk kecukupan dukungan parpol guna membentuk pemerintahan dan penyederhanaan jumlah parpol.